Carline Darjanto Cotton Ink Bagaimana Go Internasional

Profil Pengusaha Carline Darjanto 


 
Konsep bisnis fashion masa kini yaitu nyaman dipakai, berkualitas, dan cocok buat semua. Artinya bahwa desainer harus membuat fashion lebih praktikal. Ria Sarwono dan sahabatnya, Carline Darjanto, memilih pakaian murah praktikal tetapi berkualitas. Secara teori berarti pakaian mereka akan nyaman dipakai.

Keduanya sudah mengenal sejak SMP. Dua sahabat ini memiliki pandangan sama tentang pilihan dress, accessorizes, pants, dll. Pandangan tersebut lantas tertuang dalam brand Cotton Ink. Itu loh salah satu brand yang masuk daftar pengusaha muda Forbes Indonesia.

Ria dan Carline sama- sama berkursus di London Collage of Fashion. Kursus singkat yang disusul dengan peluncuran Cotton Ink pada November 2008 akhir. Carline sendiri selepas SMP, masuk SMA, kemudian masuk jurusan desainer, Lasalle Collage of Fashion, Jakarta. Ketemu kembali dengan Ria, keduanya lalu berbisnis.

Momen bisnis mereka dimulai ketika mendapatkan satu kesempatan. Waktu itu keduanya mendapat satu kesempatan langka dengan Presiden Obama. Mereka membuat kaus sablon berwajah Obama tahun 2008. Dari sekedar kaus bersablon, lantas mereka merambah ready to wear, dari legging, shawl, serta aksesoris.

Produk shawl atau syal menjadi andalan. Ketika memulai produk mereka satu ini paling dicari. Untuk satu produk syal mereka menggunakan bahan langka. Bahan bernama tubular yang bahan kaus lingkaranya tanpa jahitan. Memang belum banyak penggunannya dan inilah momentum dibuka Cotton Ink.

Bisnis fasion


Produk bernama tabular shawl ini memang terkenal. Kreatifitas mereka menembus batasan. Alhasil dapat dipadu padankan dengan pakaian apapun. Desain multifungsi memang jadi andalan. Inilah yang penulis sebut sebagai pakaian praktikal. Cotton Ink sudah memiliki kelebihan dibanding produk fashion lain.

Carline menambahkan pelanggan mereka suka simple. Meskipun begitu harus memiliki detail di atas kain. Cotton Ink menggunakan katun dalam negeri. Harga jangkauan shawl produk mereka yakni Rp.69.000 dan Rp.349.000 buat jaket luaran dan outwear lainnya. Keuntungan sudah 80% dari omzet dicapai mereka loh.

Pemasaran fokus online dan offline. Cotton Ink sudah bekerja sama dengan The Good Dept, Pacific Place di Jakarta, ESTplus di Bandung, Widely Project, Happy-go-Lucky, dan di Surabaya ada butik ORE. Cotton Ink juga melayani pembeli asing seperti Singapura, Malaysia, Australia, dan Eropa.

Pemasaran memakai berbagai media, mulai di berbagai sosial media, Facebook, Twitter, Instagram, dan Pinterest. Kemudian juga melalui media blog Tumblr dan website toko cottonink-shop.com

Carline menyebut sukses mereka berkat ciri khas. Membedakan bisnis mereka dengan bisnis fashion asli Indonesia lain. Cotton Ink punya desain sendiri. Hal paling menantang menjadi pengusaha fasion: Bahwa orang selalu menuntut hal terbaru soal fasion. Mereka butuh terus mengembangkan bisnis mereka kelak.

"Kami dituntut selalu memiliki ide baru," jelasnya. Meski begitu produk karya lama mereka masih dapat diterima baik. Kekhawatiran mereka terbayar melalui kualitas bahan unggulan. Tidak ada desain baju baru setiap hari. Mereka cukup fokus memperluas pasar ke masyarakat lebih luas.

Diusia muda nama mereka memang menggema. Banyak sudah penghargaan diraih, mulai macam Most Favorite Brand di Brightshop Market, The Most Innovative Brand di Cleo Fashion Award (atau Jakarta Fashion Week), Best Brand Local oleh Free Magazine, serta merek loka terfavorit Style Magazine pada 2010.

"Industri fasion penuh tantangan. Kami harus bisa kreatif di segala hal," Carline menambahkan. Caranya sukses ya fokus solusi masalah bukan masalahnya.

Dinobatkan sebagai salah satu 30 Under 30 Asia oleh Forbes. CEO sekaligus Creative Director Cotton Ink ini mengaku tidak bereaksi berlebihan. Wanita 28 tahun ini memandang justru inilah tolak ukur bagi mereka masuk ke pasar global Asia.

Dia cuku kaget ketika mendapatkan email dari Forbes. Ternyata tidak mudah loh, dia harus ditanyai dahulu sebalum akhirnya mendapatkan jawaban masuk atau tidak. Cotton Ink membanggakan karena 100% hasil karya Indonesia. Dia berharap kawan- kawan pengusaha muda retail dan desain tetap semangat ya.

Orang Sukses Sukolilo Kaya Berkat Kaleng Bekas Rokok

Profil Pengusaha Himawan Suripto


 
Mantan pemilik counter hp ini tidak pernah menyangka. Pasalnya sesuatu terlihat sepele malah menjadi satu bisnis menguntungkan. Bayangkan Bapak Himawan Suripto kaya gara- gara kaleng bekas rokok. Pria asal Klampis Ngasem ini bahkan mampu mengantungi omzet puluhan juta.

Pengusaha asli Sukolilo menyulap kaleng bekas rokok menjadi moge. Alias motor gede, miniatur detail yang dia buat kemudian dipasarkan melalui sosial media.

Berawal dari rasa ingin menyenangkan cucu. Ia pengen membuatkan mainan buat cucunya. Namun cucunya kurang suka. Butuh waktu cukup lama buat dia mendapatkan bentuk sekarang. Butuh trial and error hingga Suripto mampu membuat moge. Beruntung "ejekan" tetangga Suripto dengarkan baik- baik dan diperbaiki.

Bisnis UKM


"Kritik tetangga, teman, dan orang sekitar, saya mulai mencontoh bentuk roda...," kenangnya. Yang awalnya Suripto tidak pernah tau bentuk moge sesungguhnya.

Dia meniru bentuk roda, tangkinya, dan stang persis. Suripto memanfaatkan kabel antena tv bekas menjadi rangka. Dibentuk, dililitkan, dirangkai pakai kaleng hingga mirip moge (motor gede). Pemasangan disusul guntingan tangki, stang, sedel, knalpot, dipasang menyusul.

Kesulitan terbesar ialah membentuk tangki. Karena bahan kaleng rokok susah ditekuk. Kadang- kadang ia malah bikin penyok. Untuk menyiasati dibikinlah agak lonjong dibanding aslinya. Kalau dicermati benar satu hal ini kurang menyerupai motor gede asli, namun tidak menghentikan minat konsumen kok.

Dalam sebulan dia mengaku mampu menjual 25 unit. Harga termurahnya dijual Rp.200 ribu karena sudah masuk barang seni. Tidak berhenti berjualan sendiri, dia diangkat menjadi suplier sebuah toko aksesoris lokal yang berkonsep franchise di Jalan Sulawesi, Surabaya.

Bayangkan menjadi suplier harga miniaturnya jadi Rp.475 ribu, bahkan Rp.550 ribu tanpa tawar. Maka ia sengatlah bersyukur atas usahanya sekarang. Walau tidak punya karyawan, Suripto selalu mampu selesai mengerjakan target produksi.

Ia membutuhkan 10 kaleng buat satu moge. Harga perkaleng Rp.200 diambil dari para pedagang kaki lima. Dalam dua hari jadilah satu moge. Paling malah adalah moge dengan tingkat kedetailan tinggi. Dia jual Rp.550 ribu atau setara satu gram emas.


Meski sudah sukses Suripto masih bertekat. Apalagi kalau bukan membesarkan usahanya. Disisi lain jadi pembuka lapangan pekerjaan baru di daerah. Bantuan pelatihan pemasaran oleh pemerintah daerah begitu dia syukuri. "Sejauh ini tidak ada kendala dalam pemasaran," paparnya.

Pemerintah Kota memberikak yang terbaik kepada UKM lokal. Berkat bantuan pemesanan meningkat. Akan tetapi kendala lain muncul soal sumber daya manusia. Suripto keteteran merekrut karyawan yang berkualitas. Ia menjelaskan banyak pekerja kapok ketika mencoba membuat kerajinan.

Terdengar lucu, tetapi betulan, menurut Suripto kebanyakan kapok karena jari terluka kena seng kaleng bekas. Dari itulah Suripto selalu turun tangan membantu karyawannya. Ia akan sangat senang jika ada orang mau belajar. "Akan saya ajari sampai mahir," sambutnya.

Padahal pesanan membludak bahkan dari asing. Pesanan terpaksa ditolak karena dia tidak sanggup. "Ya mau gimana lagi, orangnya terbatas," tutup Suripto.

Dihina Juri Pengusaha ini Malah Jadi Lebih Kaya

Profil Pengusaha Shaun Pulfrey 



Di tahun 2007, juri- juri acara reality show pengusaha, Dragon's Den menyebut produknya aneh. Tidak akan laku dijual. Peter Jones menyebutnya "otak rambut". James Caan menyebutnya membuang waktu. Duncan Bannantyne menyebut itu mau membuatnya melepas rambut. Dan lagi, Deborah Meaden menyebutnya "sisir kuda".

Sebuah produk bernama Tangle Teezer. Produk sisir rambut mutakhir untuk rambut kusut mu. Bagaimana sih kita bisa menata rambut kita cepat. Tanpa lagi takut membuat rasa sakit layaknya dijambak. Apalagi jika kita akan menyisir rambut anak kita, tentu tidak mau ada rambut yang rontok tertarik.

Diawal mempresentasikan produk sudah ditolak. Bahkan oleh Deborah Meaden, seorang wanita yang tentu membutuhkan produk kecantikan ini. Cuma menunjukan didepan juri langsung dikomentari buruk. Pria yang bernama Shaun Pulfrey ini dikatai bahwa produk kecantikannya tidak akan menjual.

Tidak mau menyerah oleh hinaan tersebut. Coba bayangkan diri kamu dihina di depan acara televisi live. Ia segera membenahi diri dan semakin ambisius. Dia memperbaiki produknya. Dan hasilnya, nilai produknya kini sudah bernilai 200 juta Pound, nilainya lebih tinggi dibanding kekayaan Deborah Meaden yang 40 juta.

Bisnis masa depan


Mungkin jika melihat produknya kasat mata. Di tahun 2007 maka pantas jika Shaun mendapatkan hinaan. Tapi ide dibalik produk Tangle Teezer bernilai masa depan. Orang yang dulu haruslah berhati- hati menyisir anak, agar tidak menjambak, membuat sakit, membuat rambut bercabang, dan sebagainya.

Kini, berkat Tangle Teezer semuanya akan aman terkendali. Meski memiliki nilai masa depan, tidak pernah terpikir oleh juri Dragon's Den. Karena sejujurnya apa dipikirkan Shaun bukanlah hal baru. Juga bukan salah juri karena ketika memprentasikan produknya, Shaun gagal membuat mereka tertarik.

Tetapi masa lalu tinggal lah masa lalu. Shaun telah meninggalkan presentasi kacaunnya. Bayangkan ketika juri bertanya dari 350 orang mencoba, Shaun mengaku 20 orang memberikan timbal balik jujur. Ditambah ketika memberikan demo -kepala patung terlihat rusak rambutnya lengket- ditambah produknya rusak ditengah jalan.

"Saya tidak kecewa tidak mendapatkan uang (modal). Karena saya bisa mendapatkannya dari bank," ia menjawab.

Bagi Shaun, dia hanya ingin mengatakan bahwa produknya benar, merupakan produk masa depan apapun bentuk prototipenya. Dan dia kecewa karena juri tidak melihat apa dibalik Tangle Teezer. Hingga sebuah perusahaan menjualkan produknya sampai beraset 200 juta Pound.

Bisnis dari hinaan


Mungkin karena Shaun mengomentari rambut Deborah. Kala itu, Shaun mengomentari rambutnya diwarnai -padahal itu tidak, tetapi natural. Alhasil dia mungkin kesal dan mengatakan produknya "sampah". Padahal mungkin saja wanita pengusaha satu ini tertarik berinvestasi ke bisnis Shaun.

Shaun awalnya adalah bekerja sebagai hair- stylist. Lebih tepatnya dia jago dalam hal mewarnai rambut pada 1978. Berjalanannya waktu dia bekerja untuk Pierre Alexandre,  Tony&Guy, Nicky Clarke, dan Richard Ward salons. Tahun 2002, dia meluncurkan buku, berjudul Saya Mau Menjadi Pirang.

Opsesinya tentang rambut dimulai sejak 2003. Dia melakukan serangkaian penelitian tentang sisir. Tujuannya adalah menciptakan alat penata rambut profesional. Bertahap dia membiyai untuk pengembangan produk sederhananya dulu.

Dia lalu masuk acara berani menjadi pengusaha Dragon's Den. Dia menawarkan saham 15% atau senilai uang 80.000 Pound. Ketika banyak juri menghina justru keajaiban terjadi. Banyak orang penasaran dan masuk ke website Tangle Teezer. Alhasil situs tersebut crash karena terlalu banyak pengunjung datang.

Sebuah viral tersendiri, pembelian naik jadi 1.500 buah seketika itu. Masuk tahun 2008, perusahaan yang bernama Boots, yang mulai menyetok produk tersebut. Tahun 2009 keuangan perusahaan kecilnya mulai menunjukan kemajuan. Brand Tangle Teezer mulai menghasilkan keuntungan dan memasuki pasar global.

Bisnis Tangle Teezer dalam setahun menghasilkan nilai balik 23,4 juta Pound. Banyak selebriti menjadi fans produknya mulai Victoria Beckham dan Cara Delevinge.

Sembilan tahun kemudian sejak acara Dragon's Den 2007. Dia telah mengekspor sampai 60 negara. Dibantu perusahaan retail Boots nama produknya naik pamor. Kemudian, nama perusahaan besar seperti Exponent, Inflexion, dan Bridgepoint membantu penjualan lebih banyak, dimana nilai asetnya jadi 200 juta Pound.

Uniknya dia merupakan pemegang saham tunggal, atau bisa dibilang, dia mendapatkan untung 100% dari kerja kerasnya.

Bermimpi Mewarisi Penginapan Kecil Eksotis

Profil Pengusaha Lei Andre


  
Bermimpi besar itulah Lei Andre Hofman. Tidak banyak diketahui dari sosok cantik belia ini. Hanya saja dia merupakan sosok pengusaha muda. Andre menurut entrepreneur.com.ph, berumur 19 tahun, mewarisi satu usaha penginapan kecil nan- elok di sebuah kota kecil.

Sebuah penginapan sekaligus butik, merupakan sebuah warisana usaha ditempat strategis, sebuah kota yang kecil terkenal akan pusat olah raga surving. Sekitar utara Kota Dingalan, Filipina, "Jika kamu naik kapal, itu akan membutuhkan beberapa jam untuk sampai di Baler (tempatnya)," singkat Andre.

Butuh waktu karena kota itu diputari gunung. Namanya Fil- Dane Inn terkenal bahkan ketika kamu mengetik namanya di Google. Merupakan warisan kedua orang tuanya didirikan sejak 1990-an. Merupakan tempat pemberhentian sehari. Merupakan tempat menginap semalam backpacker, atau bertraveling sekeluarga.

Untuk menjalankan bisnis, Andre bekerja sendiri bersama satu krew ketika hari biasanya. Kalau musimnya liburan maka dia akan sangat kerepotan, dan bahkan akan mengajak keluarganya bekerja.

Bisnis lokal


Andre tau bisnis tempat wisata butuh sentuhan lokal. Bayangkan mempekerjakan orang bukan orang asli di daerah. Apakah mereka mengetahui segala tentang keindahan tempat itu. Inilah kenapa dia selalu memilih untuk mengajak pekerja asli daerah. Semua hasilnya kan kembali ke kota itu sendiri sebuah kegiatan sosial.



Dia menjadikan modal nilai kearifan lokal. Semua didapatkan dari pelatihan internasional dan tinggal bersama di tempat multi- kulturan. Bagi anak muda 19 tahun merupakan pencapaian luar biasa. Cewek cantik yang berdarah campuran Filipinan- Denmark, ini adalah mahasiswa manajemen Enderun Collage.

Dia bekerja dulu menjadi internship di Kota Denmark. Tempat kelahirannya ini menjadi awal baginya sadar bahwa Filipina memiliki nilai. Dulu dia pernah tinggal di Iran, China, Spanyol, bahkan Saudi Arabia, lalu ia tinggal di Filipina menetap ketika umurnya 16 tahun.

Kembali ke Filipina, dia sudah mengantungi pelajaran informal, bagaimana menghadapai beragam etnis dan kulutran. Tetapi kalau berbicara tentang uang masalah lain.

Di Denmark persamaan kedudukan mencolok. "Itu hal tentang Danish. Kami menyebutnya Jante Law," ia menjelaskan. Di Filipina adanya hirarki kedudukan dalam berbisnis. Perusahaan pastilah tidak akan memberi kemudahan buat karyawan biasa ngopi sama General Manager.

"...dan hanya untuk makan malam dengan mereka, dan diduk disana, dan minum bersama?"

Mulailah dia memperlakukan pekerja sebagai keluarga. Dia bahkan menutup penginapan cuma buat makan bersama mereka.

Dia menyebutkan juga orang Filipina butuh batasan. Nilai profesionalisme butuh garis lurus antara berlaku sopan santun dengan terlalu nyaman bersama pendatang. Meski begitu dia tetap melakukan pendekatan sopan santun asli Filipina, dengan beberapa sentuhan.

Praktiknya daerah penginapan miliknya masih perawan. Jadi dia mengajak pengunjung berkeliling sendiri. Ia juga menciptakan perasaan seperti di rumah sendiri. Makanan dapat disiapkan sendiri di dapur. Kalau bicara koneksi Wi- Fi sudah sudah bagus, tetapi prasarana tempat gym baru akan disediakan mendatang.

Untuk aliran listrik berterima kasih dengan panel surya. Beruntung tempatnya benar- benar banyak sinar matahari panas.

Pengusaha muda


Mengambil alih bisnis keluarga tiga tahun lalu adalah sulit. Bagi pengusaha muda satu ini tidak ada kata jadi. Dia bahkan tidak tau marketing bisnisnya. Butuh waktu buat mendapatkan perhatian dunia. Yah sekarang dia waktu itu langsung menstabilkan pendapatan penginapan.

"Satu pengunjung dalam semalam bagus karena permulaan," ujarnya. Maka targetnya lima tahun kedepan adalah 70% sampai 80%.

Mimpi Andre mengubah kota kecilnya menjadi terbaca di peta. Merupakan tempat nyaman buat mereka yang mau melepaskan rutinitas di kota besar. "Tetapi aku tidak mau merubahnya menjadi tempat hiburan malam," tandasnya.

Jangkauan seorang Andre bahkan mencapai sepuluh tahun kedepan. Dia mengajak pengusaha mudah buat mengikuti petanya. Ia mengajak anak muda buat tetap belajar atau mengikuti karir. Berbisnis dibidang ini memang latar belakang keluarganya, dan dia sangat peduli akan hal tersebut.

Dia sejak dulu memang sudah berwirausaha. Dari usaha produk fasion ketika masa sekolah menengah, lalu dia berbisnis produk kecantikan pas kuliah. Tetapi dia kini mengerjakan bisnis keluarga. Yang dia lihat akan memiliki prospek panjang. Dia melihat bisnis tersebut dengan kecintaan akan tempat asalnya.

"Semua pengunjung adalah raja dan ratu... kamu mau melayani mereka untuk kepuasan sendiri dan kepuasan mereka," tutup Andre.

Jadi Penemu Kopi Biji Salak Resign Kerja di Bank

Profil Pengusaha Eko Yulianto 



Anak muda satu ini sudah kenal salak sejak dulu. Pasalnya salak merupakan hasil komditas wilayahnya. Dia akhirnya sukses tetapi bukan karena buah salak. Eko Yulianto sukses justru karena kopi biji salak. Pemuda 27 tahun ini bermula dari sering membaca literatur tentang biji kopi.

Sejak kuliah, Eko sudah gemar menjajakan salak asal daerahnya, yang mana jika dibeli buah saja cuma laku Rp.500 per- kilo. Dia mulai berpikir bagaimana merubah salak menjadi aneka olahan. Eko lantas mengajak empat orang teman, bernama kelompok Cah Bagus. Mulailah mengolah salak menjadi anaka produk kuliner andalan.

Namun seiring berjalan kelompok tersebut bubar. Seiring waktu hasrat Eko akan salak masih kuat. Juga didukung seperti penulis ceritakan diatas "keprihatinan". Prihatin karena petani salak menjual salaknya murah meriah. Butuh inovasi berbeda agar buah salak tidak cuma tergeletak di Wonosobo.

Pemuda kelahiran 15 Juli 1987 ini kemudian membuat kerupuk salak. Iseng sambil membuka- buka aneka literatur tentang kopi, lahirlah kopi biji salak. Ia ingat komoditi 80% desanya adalah salak. Sambil dijadikan kerupuk bijinya juga diolah kembali jadi kopi.

Inovasi unik


Diantara mencari olahan biji salak terbaik. Dia sibuk bekerja menjadi pegawai bank. Sementara teman yang lainnya ada yang jadi pegawai percetakan, berwirausaha sewa tenda, pegawai koperasi. "...ada juga yang masih kuliah," tutur dia.

Tidak mau berhenti ditengah jalan. Ia terus mengembangkan eksperimen berdasarkan pengalaman. Dari jadi kerupuk salak kemudian diolah menjadi biji kopi. "Hasil kreasi limbah biji salak jadi kopi, aneka kerajinan, bolu, stik, kerupuk, bahkan dodol," imbuhnya. Beruntung sejak kuliah Eko ini gemar membaca buku di perpustakaan.

Begitu usahanya terlihat berkembang: Eko memutuskan keluar dari pekerjaanya di Bank. Padahal pekerjaan tersebut sudah berjalan 3,5 tahun. Memang tidak mudah bagi Eko sampai bisa menemukan kopi biji salak. Dia begitu menemukan memilih kembali ke desanya.

Disanalah hasil eksperimennya dijalankan. Disana salak begitu banyak, dia mulai aktif mengajak masyarakat membantu usahanya. Tidak sia- sia masyarakat menyambut kesuksesan Eko. Jadilah Eko menaikan derajat desa melalui aneka olahan salak, termasuk kopi biji salak.

Dimulai di tahun 2012, kopi biji salak dibuat sedemikian rupa, hasilnya bubuk seperti kopi jika diseduh akan larut. Tekstur diolah sedemikian rupa seperti kopi. Bahkan nih baunya tercium aroma khas seolah kopi. Dia memang sudah bosan menjadi pegawai.

"...bosan cuma duduk- duduk doang," jelas Eko tentang menjadi pegawai.

Awal percobaan tentu gagal. Rasa kopi biji salak tidak enak. Namun berkat kesabaran serta percobaan tidak berhenti rasanya lain.

Sejak seruputan pertama kopi sudah kayak Arabika. Rasanya pahit tetapi bercampur asam. Inilah yang kita sebut kopi biji salak, Dibawah bendera bisnis Kie Bae mencoba merambah pasar Indonesia. Dari rasanya enggak mungkin ada yang mau minum, sekarang omzet bisnisnya mencapai Rp.5- 6 juta per- bulan.

Eko berbisnis dari daging sampai biji salak. Tahun pertama mampu meraup omzet Rp.47 juta per- tahun. Di tahun 2014 bersyukur mampu mencapai Rp.82 juta per- tahun. Berbekal jaringan ketika menjadi pegawai bank, ditambah pasar online yang menjanjikan. Eko pun giat memasarkan ke toko oleh- oleh Wonosobo.

Aneka percobaan dilakukan untuk memasak biji. Komentar taster pertama ya kurang sedap di lidah. Satu bulan penuh percobaan dilakukan. Semua diulang dari menjemur, menyangrai, dan menumbuk. Pengaturan waktu menjadi alasan perbedaan mencolok. Ini pula kunci sukses bisnis Eko sampai menjadi sekarang.

Akhirnya dia menemukan berapa jam lamanya dijemur. Berapa lama disangrai sampai akhirnya layak buat kita minum. Dia bahkan sudah memilik mesin giling sendiri, pengering sendiri, dan mesin sangrai sendiri. Total aset pabrik kecil- kecilannya sudah mencapai Rp.60 juta.

Dia memberdayakan 20 ibu- ibu kampungnya. Juga memberdayakan pemudanya lewat gerakan bernama Gardu Beriman. Tujuan dari gerakan tersebut buat memperindah kampung. Usaha dijalankan juga tidak monoton. Dia menemukan cara membuat bros kulit salak, permen salak, dan sudah masuk pasar Bali.

Sebagai pengusaha muda, Eko memberikan wejangan, "Jadi pengusaha itu yang penting yakin dan paling penting harus ada ridho dari orang tua, itu wajib."

Batok Kelapa Dirubah Menjadi Tas Berharga

Profil Pengusaha Emy Erawati



Tempurung kelapa memilik potensi tidak terbayangkan. Seperti kisah wanita asal Belitar berikut. Namanya adalah Emy Erawati. Dulunya hanya lah warga Dusun Seduri, Desa dan Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang kemudian dikenal sebagai pengusaha batok kelapa.

Tidak mudah karena butuh kreatifitas. Untung karena Emy dibantu suami mengembangkan. Usaha dijalankan sejak 1995 -an. Produk primadona ya tas batok kelapa, yang mana bahkan sudah sampai ke pasar ekspor. Dari cuma coba- coba bekerja bersama keduanya berusaha tampil beda.

Memang kerajinan tas lebih primadona dari sekedar pajangan. Emy melihat ini sebagai peluang tersendiri. Dan ia mulai mencari berbagai macam model tas kegemaran sekarang. Kemampuan melihat pasar kemudian didukung pasar memadai yakni Bali.

Bisnis spesifik


Berbisnis kerajinan memang gampang- gampang sukses. Pengalaman orang lain dijadikan Emy contoh. Ya seperti memasarkan ke pasar orang asing. Kecenderungan orang Indonesia yang lebih meminati merek asing. Tidak dipungkir sedikit banyak membuatnya berpikir berhati- hati.

Berawal dari melihat banyak batok kelapa bertumpuk. Ia membuka aneka kerajinan tidak cuma tas, seperti dompet, dan beragam aksesoris.

Banyaknya wisatawan asing di Bali membawa berkah. Hampir pasti wisatawan asing akan membawa oleh- oleh pulang. Dan produk alami seperti buatan Emy menjadi pilihan. Ditambah krisis ekonomi 1998, membawa dollar naik dan makin banyak permintaan ekspor menjadi baik.

Produksi Emy sampai 50% dijual di pasar Bali. Memasarkan sampai Eropa, nama produk Emy lebih lagi terdengar ke permukaan. Produk Emy terkenal unik dan berkualitas tinggi. Alhasil omzet sampai ratusan juta rupiah sudah ditangan, menjual dari Swiss sampai Belanda, juga beberapa negara tetangga kita.

Tingkat kesulitan tinggi dianggapnya nilai jual. Proses pembuatan memang sangat panjang. Oleh karena itu ia rela merogoh kocek untuk memodifikasi peralatan produksi. "Menurut saya masih sedikit yang melirik bisnis ini," imbuhnya. Sudah lagi proses pemasaran yang tidak bisa semalam- dua malam.

Berkat bisnisnya sudah mengangkat derajat banyak orang. Pegawai Emy sudah mencapai angka 200 orang. Proses pembuatan bisa dibawa pulang ke rumah. Harga kerajinan batoknya mulai dari Rp.10.000 sampai Rp.200.000.

Bisnis yang dirintis bermodal uang Rp.1 juta. Kemudian uang tersebut dibelikan dua mesin produksi. Dia terinspirasi ketika bekerja di Bali. Dan berkat usahanya, kembali ke daerah asalnya, Emy mengangkat para warga desanya bekerja bersama mengukir tempurung menjadi aneka produksi.

Nama Pengusaha Tas Berbahan Dasar Daun Pandan

Profil Pengusaha Ucok Adi Setiawan dan Natalia Indri


 
Pengusaha ini bernama Ucok Adi Setiawan. Pemuda ini memilih berbisnis tas berbahan daun pandan. Dia lalu bercerita bagaimana bahan pandan sangat banyak di Jawa Tengah. Kreatifitasnya tergelitik untuk menjadikan daun pandang yang sekedar bahan baku kue.

Dari mencoba membuat dompet, hingga membuat tas daun pandan. Kekreatifan ditambah rasa penasaran ternyata membuahkan hasil. "...nyoba- nyoba bikin tas dan dompet ternyata laku," unggahnya.

Pengalaman menggunakan pandan menghasilkan kesimpulan. Ada dua jenis daun pandan yakni pandan dari gunung dan pandan pantai. Soal bahan terbaik ya pandan gunung ceritanya. Memasuki tahun kedua semakin dia semakin bersemangat memasarkan produknya.

Harga dompet daun pandan dikisaran Rp.20 ribu. Kemudian tas wanita dijual sampai Rp.200 ribu. Memang mahal tetapi cita rasa pandang menggugah selera. Jangan tanyakan omzet, dia mengaku mampu mengantungi Rp.30 jutaan meski naik turun.

Dia sendiri masih kekurangan SDM. Tenaga ahli buat membesarkan bisnisnya kedepan. Dia cuma dibantu tiga orang setiap tempat. Tenaga pembuatan masih dilakukan swadaya saja.

Pengusaha lain


Lain ceritanya Natalia Indri yang juga berbisnis sama. Didukung statusnya sebagai wanita, membuatnya jadi lebih ekspresif berbisnis tas wanita dari anyaman pandan. Alhasil nama brand INSSOO -kepanjangan dari Indonesia Woven Craft- mampu melejit keras.

Pengusaha wanita asal Yogya berawal dari tahun 2010. Ia berawal memikirkan mau buka usaha menambah penghasilan. Berawal dari iseng kemudian mengkreasikan bahan alami ini. Nama tas clutch merupakan usaha anyaman modern berbahan tidak lagi cuma pandan, mulai daun agel, sampai eceng gondok.

Memang banyak tanaman belum dieksplorasi. Hobinya memang membuat kerajinan. Dan melalui hobi lah, dia membuka usaha pertamanya dan langsung melejit. Untung karena dia didukung kedua orang tuanya. Ia bahkan mendapatkan dukungan berupa materi dan tenaga.

Bisnis keluarga kecil tersebut terdiri lima orang. Dia, papa, mama, adik, suami dan Natalia sendiri. Semuanya membantu Natalia. Bisnis ini ternyata cuma bermodal Rp.500 ribuan loh. "Banyak kok yang tidak percaya modal (Rp.500 ribu) saya segitu," ceritanya kepada Money.id

Harga pandan kan Rp.6- 7 ribu perkilonya. Murah, jadi Natalia bisa dapat banyak bahan, dari bahan segitu menjadi 6- 7 buah tas. Hasil penjualan tersebut kemudian diputar kembali. Lambat laun usahanya semakin membesar sejalan modal digunakan. "Ya, sampai sekarang begini deh keterusan, haha," ucapnya senang.

Ia mengungkapkan omzetnya bisa mencapai Rp.100 juta. Bahkan nih sampai Rp.150 juta, tidak percaya memang bahkan dia sendiri masih tidak percaya. Dia sendiri tidak fokus uang. Bagianya keuntungan nomor sekian. Hal terpenting bagaimana kualitas bagus membuat pembeli tidak akan kecewa.

Ada kebanggan ketika orang mau membeli tas daun sampai Rp.150 ribu. Disana ada kebanggaan karena usahanya dihargai. "Intingnya harus gembira," semangatnya. Memang tampaknya seperti usaha anyaman lainnya. Namun kualitas bahan tidak bohong. Ditambah selera fasion pemiliknya sendiri menjadi andalan.

Dua tahun berjalan tetapi bisnisnya menghasilkan ratusan juta. Proses pembuatan juga dibukanya gamblang. Pertama dimulai pemilihan bahan terbaik. Kemudian diwarnai dengan dicelupkan ke warna dasar. Kemudian dia akan memastikan apakah warna merata atau tidak.

Barulah masuk ke tahap penganyaman dan pengeleman. Wanita berkacamata ini lalu melanjutkan prosenya ke desain. Biasanya tahap ini akan butuh banyak orang. Untuk pewarnaan dengan cat akrilik dikerjakan oleh ayah. Teknik decopage dan sulam dikerjakan dia dan ibunya. Ide desain datang begitu saja sesuai dengan mood -nya.

Tidak jarang dia membuat produk berlukis limited edition. Hanya dua tas yang memiliki desain sama. Ini juga tergantung mood -nya, terkadang mendadak. Penggunaan teknik decopage serta anyaman memberikan kreasi berbeda.

Warna menggunakan bahan alami bukan pewarna tekstil. Banyak sih meminta warna gold atau silver, maka dia harus mengecat dua kali nih. Dalam seminggu menghasilkan 300 buah dibantu 20 pengrajin sekarang. Ia menyebut masalah utamanya adalah soal cuaca.

Kalau datang musim hujan maka proses pengeringan lama. Proses produksi bisa diundur sampai dua minggu. Jika pengeringan tidak jadi maka diangin- anginkan. Alhasil produk tidak dipaksakan harus lah tersedia saat itu juga.

Biografi Pemilik Gerobak Lumpia Mas Miun

Profil Pengusaha Rizki Ananda 



Namanya pengusaha memiliki jalannya sendiri. Tidak semua datang dari kesengajaan. Dimana kebanyakan nih datang karena "keterpaksaan". Ada istilah karena kepepet menjadi pengusaha sukses. Inilah kisah dari pemilik usaha lumpia Mas Miun. Alkisah dia kesulita biaya kuliah maka berusaha menjadi solusinya.

Dulu, waktu Ospek mahasiswa baru Universitas Padjajaran, entah kenapa pemuda bernama Rizki ini malah dipanggilnya Miun. Pembawa acara memanggil si miun naik ke panggung. Sejak saat itulah teman- teman kampus terbiasa memanggilnya begitu. Ia pun mengamini nama Mas Miun menjadi ikonik bagi dirinya.

Identitas tersebut lantas menjelma menjadi brand. Sebuah nama produk kuliner menjual lumpia basah. Dia masuk Unpad karena beasiswa mahasiswa kurang mampu, Bidikmisi. Maka kesimpulan orang pastilah dia bukan anak orang mampu. Menjadi sosok mandiri sudah biasa mengurangi beban orang tua adalah tujuan.

Dia langsung nyeplos agar orang tua tidak kirim uang lagi. Alasannya beasiswa sudah termasuk uang kos dan biaya kuliah. Sayangnya diluar prediksi bahkan sampai dia telat bayar kuliah. Tiga bulan uang dari beasiswa malah tidak cair. Pusing Rizki menghadapai masalah didepannya seketika.

Bisnis basah

Kepusingan tersebut membawa dilema besar. Apakah akan memberi tahu, atau tidak masalah yang dihadapi pemuda kelahiran 15 Oktober 1991 ini. Awalnya dia sangat senang karena dapat beasiswa. Tetapi kini, ia malah kepusingan karena tidak berjalan lancar.

Padahal setiap harinya ada saja pengeluaran sebagai mahasiswa. Disisi lain dia sadar bahwa ayahnya hanya seorang buruh dan ibunya cuma ibu rumah tangga biasa asal Sumedang. Ibunya terkadang ikutan kerja keras agar menambah biaya lagi.

Dia berpikir tidak mau membebani. Dia yang kalau di rumah akrab dipanggil Nanda, kemudian mendadak, nekat memilih membuka usaha sendiri. Dia iseng jualan gorengan ibu kos. Nanda menjajakan gorengan ke penjuru kampus. Lumayan lama dia jualan gorengan milik ibu kos.

Ketika jualan gorengan muncul ide tentang lumpia basah. Ide terbersit karena di Jatinangor makanan lumpia basah tengah digemari mahasiswa. Pangsa pasar dipikirnya masih belum sesak, terutama di daerah bernama Jatinangor. Seketika dia belajar bagaimana membuat lumpia basah lewat You Tube dan Google.

Agar beda dibanding lumpai lain: Nanda meracik lumpia basah aneka rasa. Dia membulatkan tekat menjadi pengusaha lumpia basah. Dana dibutuhkan kira- kira Rp.6 jutaan, digunakan guna membeli gerobak, bahan baku, aneka peralatan. Tetapi dia tidak memiliki dana cukup, yah jadinya memakai uang seadanya.

Dia memberanikan diri meminjam uang ke teman Rp.2 jutaan. Ditambah uang tabungan dari berjualan aneka gorengan Rp.2 juta. Kebutuhan kurang modalnya Rp.2 jutaan lagi. Ia nekat menego kepada pemilik gerobak agar dikurangi. Beruntung dia mendapatkan diskon dan mulai lah perjalanan seorang mahasiswa jualan.

Sialnya, ketika awal merintis usaha, eh... malahan dia bangkrut total! Hidup sebagai pengusaha sekaligus jadi mehasiswa susah ya. Telisik ternyata tidak cuma karena waktu luang. Rasa lumpia basah menurut pembeli tidak terlalu enak. Tekanan menghampirinya menguji mentalnya sebagai pengusaha agar sukses kelak.

Dia langsung banting stir menjadi pengusaha pakaian. Ia meminta waktu kepada temannya. Dari berjualan itu dia mendapatkan uang Rp.7 juta. Uang Rp.5 juta dijadikan modal kembali berbisnis. Sementara uang Rp2 juta dikembalikan ke temannya. Kemudian dia mulai mengevaluasi kesalahan dalam lumpia basah miliknya.

Bisnis pantang mundur

Dia mulai meracik bumbu yang cocok di lidah. Eksperimen kembali dilakukan dan akhirnya membuahkan hasil. Lumpia basah miliknya mulai mendapatkan pembeli. Lambat tetapi pasti, usahanya berkembang semua berkat lumpia basah seafood, sosis, spesial, baso,dsb.

Dari sebelumnya hanya memiliki satu gerobak. Dia memiliki 6 gerobak lain tersebar di Jatinangor. Promosi mulut ke mulut menjadi andalan Nanda. Tidak cukup, dia juga merambah dunia sosial media, melalu alat berupa aplikasi chatting merambah sampai ke Bandung. Dia pun mendapatkan tantangan dari lumpia lokal disana.

Namun rasanya berbeda memberikan varian. Justru menjadi kuliner favorit mahasiswa dan masyarakat. Ia membuat nama lumpia Mas Miun bergema di Bandung. Target memasuki kawasan pendidikan terbukti ampuh. Ia belajar dari pengalaman ketika berjualan di Jatinangor.

Salah satu gerobak miliknya terparkir di kawasan Fakultas Pertanian Unpad. Ia mengaku pendapatan dari usahanya per- 7 gerai pribadi mencapai Rp.40- 85 juta per- bulan. Kemudian ketika memutuskan membuka kemitraan, dari berjualan bumbu saja sudah untung Rp.20 jutaan.

"Saya buka pas libur panjang, jalan 3 bulan saya bangkrut karena modal banyak dibuat untuk membayar operator," jelasnya, meski sudah membuka cabang, tetap kegagalan tetap menghantui dan menguji mentalnya sebagai pengusaha.

Memiliki usaha berbasi waralaba bukan sembarangan. Dia terus belajar fokus mengembangkan manajemen sendiri. Yakni usaha berbasis kemitraan binaan. Dia juga bekerja sama dengan petani toge asal Cileles. Dia mendapatkan kiriman toge sampai 25kg setiap hari.

Selain sibuk menjadi pengusaha muda, mahasiswa Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, Universitas Padjajaran ini juga sibuk menjadi pembicara, motivator, pelatih wirausaha. Ia juga memberikan beasiswa bagi mahasiswa berbentuk modal usaha. Program Jika Aku Menjadi Mas Miun sudah memiliki 30 kemitraan usaha.

Dari mereka pengusaha keripik, fashion, atau bisnis online binaanya. Uang Rp.300 ribu sampai Rp.3 jutaan diberikan sebagai modal usaha. Total hingga Rp.20 juta digelontorkan membantu pengusaha lain. Dia juga tidak memberikan sebagai pinjaman. Tetapi modal berputar buat dijadikan kesempatan orang lain berusaha.

Dulunya Pengangguran Kemudian Kaya Raya Jualan Batik

Profil Pengusaha Sukses Suntiah 


 
Pernah menjadi pengangguran kini pengusaha kaya. Inilah kisah perempuan bernama Suntiah. Berkat sukses booming batik menjadi warisan budaya. Wanita 39 tahun ini memiliki omzet mencapai ratusan juta, bahkan sampai miliaran rupiah. Alkisah dia memulai berbisnis cuma berjualan batik keliling kampung.

Dia terlahir dari keluarga sederhana. Hidupnya penuh perjuangan berjualan sendiri. Suntiah berjualan kain batik berkeliling kampung. Berkat kreatifitas, tidak cuma berjualan, kini dia dikenal sebagai seniman batik lewat brandnya Royyan Batik. 

"Kalau keuntungan bersih Rp.137 juta," imbuhnya. Warga Desa Tegalrejo, Kec. Merakurak, Kabupaten Tuban ini juga mengajarkan anak- anak membatik.

Dari arahan langsung dirinya, diharapkan kelak mewarnai wirausaha Indonesia. Ketika anak- anak masuk ke tempatnya akan langsung disambut deru mesin jahit. Tidak cuma tempat produksi, juga terpampang koleksi karya Suntiah yang dijejerkan. Galeri kecil- kecilan yang baik berisi batik dan tumpukan kain putih siap.

Bisnis kecilan


Tahun 1988, dia memutuskan berhenti bekerja, dulunya dia bekerja sebagai karyawan pabrik di kawasan kota Sidoarjo. Dia menjadi pengangguran. Bingung akan nasibnya dirinya ditegur. Sang mertua mendatangi Suntiah dan meletakan setumpuk plastik berisi kain batik siap pakai.

Waktu itu bulan puasa dan dia mulai berjualan. "...jualan pakaian dari mertua keliling kampung," kenang dia. Tidak jarang wanita kelahiran 1 Juli 1974 ini sampai ke kampung sebelah.

Mau gimana lagi karena suami juga pengangguran. Posisi kala itu kepepet keduanya tidak punya pekerjaan. Dari perjalanan berjualan kok ternyata lumayan laris. Sambil mengobrol terceletuk keinginan belajar batik ke suami. Suntiah memang sama sekali tidak dapat membatik waktu itu.

Uang dihasilkan memang tidak banyak berjualan pakaian. Dari uang jualan dijadikan modal kembali ke baju batik lain. Inilah mendorong Suntiah ingin membuat batik sendiri. Cara menjual lewat kredit baju memang dirasanya cepat menarik perhatian masyarakat, meski untung sedikit.

Ia lantas belajar ke pembatik profesional. Uang Rp.300 ribu dijadikan mahar buat belajar membatik. Angka segitu terbilang besar buat keluarganya. Tahun 2000 -an mereka memang hidup serba pas- pasan. Namun semangat belajar dan passion lebih besar dibanding harga segitu.

Sempat berpikir mau tidak jadi. Berpikir lebih baik dibelikan baju jadi buat dijual kembali. "Ilmu itu mahal, dan pasti akan berguna kelak," Sutiah menyemangati diri. Suami lah yang mengatakan kalimat tersebut. Dan akhirnya dia bersemangat belajar membuat batik sendiri.

Dia belajar dari pembatik asal desa sebelah. Cuma butuh waktu seminggu dirinya sudah mahir. Dia sudah bisa membuat batik sampai jadi. Langsung diparktikan membuat 12 potong kaos batik. Kemudian  dijualnya seharga Rp.12 ribu per- buah. Dia menawarkan barangnya ke penjual di kawasan makan Sunan Bonang.

Dia dapat uang sampai Rp.60 ribu. Pokoknya tidak ada rasa malu ketika menawarkan. Suntiah sudah sadar betul konsekuensi menjadi pengusaha. Total modal dikeluarkan Rp.300 ribu dan cuma menghasilkan Rp.60 ribu. Berjalan mulus pesanan dari Sunan Bonang membuatnya sampai kesulitan mencari bahan kaos.

Diketahui dulu tidak ada satupun pabrik pembuat bahan kaos. Agar dapat bahan kaos polos, para pembatik harus menyeberang ke daerah Babat, Lamongan. Itupun hanya seorang penjahit biasa, yang sudah menjadi langganan para pengusaha konveksi besar. Jadi yah Suntiah harus mengantri agar dilayani dibuatkan kaos polos.

Menunggu sampai sore terkadang dia, yang ditemani suami, tidak mendapatkan bahan kaos polos. Penjahit itu mengesampingkan pelanggan baru macam Suntiah. Ketika sudah buntu Suntiah memutuskan membeli mesin jahit sendiri. Dia mendapatkan arisan dan dibelikan mesin jahit dari Surabaya.

Bisnis lebih besar


Dari sekedar membuat kaos batik, usaha Suntiah merambah konveksi batik. Berbekal uang seadanya dibeli satu mesin jahit. Karena menjahit urasan berbeda dengan membatik. Maka Suntiah mengajak penjahit buat ikut bergabung dengan bisnisnya. Namun para penjahit sinis mendengar konsep bisnis Suntiah jelaskan.

Mereka ragu akan kemampuan wanita berjilbab ini. Alhasil, dia harus bekerja sendiri, bersyukur tetangganya ada yang mau mengajarkan menjahit gratis. Dimulailah dia berproduksi aneka konveksi batik sendirian. Batik dibuatnya dan dijualnya sendiri.

"Pokoknya saya punya prinsip itu, kalau ingin berhasil jangan punya rasa malu," tips Suntiah.

Lambat laun nama usahanya mulai dikenal. Pesanan batik makin banyak berdatangan. Suntiah jadi semakin serius mengerjakan pesanan. Beberapa kali suami memarahi dia karena terlalu serius. Dia bekerja sampai- sampai lupa waktu. Bekerjanya sampai larut malam kurang istirahat.

Namanya pengusaha pengen usahanya semakin berkembang. Iseng Suntiah melakukan eksplorasi dalam hal bahan batik. Dibelinya bahan kain berbeda dalam jumlah banyak. Sayang, tahun 2003 itu, malah dia jadi gulung tikar lantaran kainnya tidak dapat dibatik. Kain jenis baru tersebut tidak cocok dibuat batik katanya.

Dia ternyata tergiur harga murah. Memang kelihatan bagus tetapi ternyata malah bikin susah. Modal usaha ia keluarkan langsung hangus tidak bersisa.

Tidak ada pengusaha tanpa masalah. Itulah kenapa mental baja dibutuhkan termasuk dalam dirinya. Suntiah memang memiliki mental baja buat bekerja. Tekatnya merintis bisnis kembali dari awal. Lalu dia menyamblon kain yang tidak bagus itu seadanya. Kemudian dijualnya semurah mungkin agar cepat laku.

Masuk tahun 2007, dia nekat mengajukan modal usaha, kepada PT. Semen Gresik atau Semen Indonesia sekarang, yang mana nilai modal usaha tidak dijelaskan. Berkat itulah usahanya dijalankan kembali dengan tekat membenahi semua. "Sempat akan gulung tikar tahun 2003," imbuhnya.

Dia mulai mengikuti pameran dari perusahaan tersebut. Jaringan bisnis Suntiah dibangun sampai keluar Kota Tuban. Disanalah dia mulai dikenal sampai ke Jakarta, Surabaya, Bandung, Kalimantan. Inilah batik yang diberinya nama batik Royyan Batik. Dan omzetnya kini sudah mencapai angka Rp.1 miliaran lebih.

Tidak berhenti keinginan besar Suntiah adalah batik khas Tuban. Untuk mengembangkan budaya membatik, ia mengajarkan cara membatik ke banyak anak muda. Beberapa sekolah sudah mengirimkan anak didiknya buat belajar membatik. Maksud hatinya melakukan regenerasi pembatik Tuban agar tetap bertahan.

SMK Sukses Budidaya Pepaya Calisa Terpadu

Profil Pengusaha Muhammad Tono 



Menjadi pengusaha tidak berpatokan dengan latar pendidikan. Siapa saja, berlatar pendidikan setinggi mana saja, bisa menjadi pengusaha sukses kelak. Perlu dibutuhkan ialah fokus dengan tujuan. Bob Sadino telah membuktikan hal tersebut lewat dirinya.

Contoh lah Muhammad Tono seorang lulusan SMK. Jangan diliat latar pendidikannya, tetapi usaha pepaya miliki Tono maju. Pola pikir dikembangan bisnis Tono unik. Dia menganalisa bahwa Tuban kekurangan buah pepaya. Stoknya yang tipis sementara permintaan besar dari masyarakat.

Jadi tidak salah jika dia memilih pepaya Calina IPB-9. Ia mengembangkan bibit. Budidaya buah pepaya ini menghasikan buah pilihan. Untuk satu toko buah paling tidak dibutuhkan 20 buah pepaya. Di Tuban sendiri banyak sekali toko buah sampai puluhan.

"Saya berpikir untuk mengembangkan budidaya pepaya Calina," jelasnya. Dimana dikesempatan bersama Detik.com menyebutkan omzet sampai Rp.11 jutaan.

"...itu belum dikurangi gaji pegawai," celetuknya.

Pemuda kelahiran Julia 1991 ini memang tahan banting bertani. Tidak cuma jualan buah juga berjualan bibit pepaya. Ia setidaknya mampu meraih Rp.10 jutaan per- bulan. Usaha dibawah bendera CV. Negeri Hijau terus mengembangkan pepayanya.

Bisnis agrari


Belum genap setahun bisnisnya sudah lumayan. Ada dua tempat usaha dijalankan Tono. Pertama ada pusat pembibitan pepaya di Kelurahan Mondakan. Kemudian perkebunan pepaya ada di kawasan Desa Tuwiri. Ia mengatakan tempat pembibitan kecil tetapi menghasilkan empat ribu bibit.

Kebun pepaya Tono memiliki seratus pohon. Karena tempatnya kecil Tono tidak memaksa. Ia mengakali dengan memberikan konsep kerja sama. Yakni masyarakat mitra menjadi pemilik tanah, nanti bibitnya beli dari Tono, setelah berbuah maka akan dibeli Tono.

Ia sendiri tidak memaksa kok. Kalau sudah bisa memasarkan sendiri tidak masalah. Setiap dari mitra, Tono biasanya membeli dikisaran harga Rp.3.500 per- kg. Meski berbekal pendidikan SMK, Tono tidak mau kehilangan akal, langsung saja mencari reverensi dari mana saja cara membudidaya pepaya Calina.

Kelebihan pepaya Calina justru dari kecilnya. Karena buah pepaya cenderungnya tidak habis. Disisi lainnya buah Calina lebih manis. Soal produktifitasnya juga termasuk tinggi. Dalam enam bulan pertama sudah siap berbuah. Kalau sudah begitu buah dapat berbuah tiap 1 minggu. Seminggunya cuma boleh diambil sebuah saja ya.

Kenapa tidak memilih buah impor. Tono menjelaskan bermain buah lokal justru jarang pesaing. Yang kamu butuhkan hanyalah bagaimana membaca kebutuhan pasar. Tono menyebut Tuban merupakan daerah sejuk. Cocok buat menanam buah pepaya dan ternyata buah pepaya cukup digemari di masyarakat.

Mitra petani Tono mencapai 35 orang tersebar di wilayah Tuban. Total laha dikelola mitranya mencapai 13 hektar. Satu hektarnya dia menyebut ditanami 1.300 pohon. Jarak antar pohonnya 2 x 2,5 meter. Lalu ia mengingatkan pepaya tidak berkayu jadi jangan terendam air.

Meski tengah sukses Tono tidak berhenti. Jika dia mendapatkan kesempatan belajar. Maka Tono akan siap mengerjakan termasuk pelatihan wirausaha PT. Semen Gresik. Dapat pinjaman modal sampai 20 juta. Udah begitu Tono mendapatkan pelatihan kewirausahaan Wirausaha Muda Kokoh.

Sebagai pengusaha muda Tono siapkan ekspansi. Dia mengaku beternak kambing dan kotorannya. Kotoran dapat dijadikan pupuk buat pepaya Calina miliknya. Dalam sehari mengantungi 10 kantung kotoran. Ini jadi cara efekif mengurangi biaya budidaya pepaya Calina Tono.

Berawal dari prihatin dengan keadaan petani peternak Indonesia. Mereka punya ternak tetapi tanah mereka tidak terurus terawat. Padahal menurutnya peternakan dan pertanian dapat digabungkan. Tahun 2010, sejak lulus Wirausaha Muda Kokoh, uangnya digunakan juga buat membuka usaha ternak kambing.

Usaha dimulai dari 13 ekor kambing beranak pinak. Pola bagi hasil digunakan Tono kembali. Berbekal uang serta kepercayaan masyarakat sudah memiliki 400 ekor. Kambing titipan tersebut sudah termasuk 30 ekor sapi di kandang. Konsep pertanian terpadu menjadi andalan pengusaha muda 22 tahun tersebut.

Air kencing dan kotoran dijadikan pupuk. Ia kemudian menanam terong di lahan 1.000 meter. Sementara pepaya Calina mencapai luas tanah 1,5 hektar. Kambing akan dijual setelah gemuk setelah tiga bulan. Tono mengantungi Rp.150 ribu sampai Rp.200.000 per- ekor. Dia dibantu tujuh orang karyawan warga setempat.

Karyawan Tono mendapatkan Rp.35 ribu per- hari dibayar perbulan. Untuk petani yang lahannya digunakan juga sudah termasuk uang sewa lahan.

Pengusaha Produk Menyusui Bayi Urban Mom

Profil Pengusaha Edric Eng Cha dan Kristine Gonzales 



Apa dibayangkan kamu tentang ibu menyusui. Sebuah kerepotan tetapi sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu bisnis dijalankan sepasang pengusaha ini berhasil. Mereka, Edric Eng Cha dan Kristine Gonzales, memulai usaha berkaitan dengan ibu menyusui.

Semua produk dijabarkan mereka sebagai jalan. Bagaimana seorang ibu menjaga tumbuh kembang bayi. Ini tidak cuma produk mempermudah menyusui. Tetapi juga produk makanan ramah bayi. Apakah kamu akan terkejut mendengar roti susu ibu ataupun selimut menyusui?

Roti susu ibu merupakan produk bebas susu buatan. Bukan susu sapi bukan pula susu bubuk kemasan. Keduanya memulai bermodal 100.000 peso. Menjual aneka produknya lewat toko online sendiri. Gonzales menyebutkan semua bermula dari inspirasi sepupu Edric. Dan kemudian berlanjut menjadi satu thesis kuliah mereka.

"Kami melihat bagaiman dia takutnya tentang anak terakhirnya," ujar Gonzales. Ini semua karena sepupunya mengalami kesulitan hamil -jadi hanya punya satu anak.

Bisnis serius


Ia melanjutkan mereka lantas membuat penelitian. Mereka bergabung dengan grup online. Tujuannya adalah mengobservasi dan meneliti ibu muda sekarang. Wanita sekarang, sebagai ibu, lebih memilih memegang anak mereka sendiri. Kalau dulu sih ibu memilih meninggalkan anak ke pengasuh.

Sebuah kesadaran mengenai ibu harus merawat anak sendiri. Oleh karena itulah, mereka menyiapkan cara mudah merawat putra- putri mereka sendiri. "Urban Mom fokus ke produk buatan lokal," imbuh Gonzales. Ia menyebutkan produk mereka mempermudah hidup ibu mudah dan gampang.

Mereka fokus ke produk ibu merawat bayi. Lebih fokusnya ke produk menyusui bayi. Produk andalan yang mereka suguhkan seperti Milking Treats: Produk jajan yang meningkatkan jumlah asi dikeluarkan ibu. Ini sangat populer bagi ibu yang keluar susunya sedikit.

Untuk penjualan Urban Mom menjual online. Mereka aktif mengikuti banyak bazar seperti Baby and Family Expo, Ustepreneur, dan Babypalooza. Kedepan produk Urban Baby masih memilik masa depan buat lebih tumbuh.

"Produknya masih terbatas terdistribusi, perusahaan menginginkan satu cara memperluas distribusi," tutur ia kembali.

Tidak ada agen penjualan lebih hebat dari ibu sendiri. Karena mereka tau tentang kehamilan mereka sendiri. Mereka tau tentang apa terbaik buat anak mereka. Meski mereka berdua belum menjadi pasangan ibu dan ayah. Bisnis mereka menjadi bisnis pertama layaknya anak butuh perhatian ekstra.

Mereka bahkan membolos kuliah buat mengikuti bazar. Justru kesulitan kuliah mereka menjadi cara unik melampaui batas mereka sendiri. Mereka mendapatkan tekanan nyata ketika berbisnis nyata. Namun masih dianggap pengalaman berharga bagi mereka dan bisnis mereka, Urban Mom.

Bisnis berlanjut mereka membuka toko khusus ibu. Ketika teman sekuliah bingung mengerjakan skripsi atau thesis. Maka keduanya sudah mengaplikasikan dan membuka usaha sendiri.

Bisnis Urban Mom lebih dari sekedar menjual kue. Hari ini, mereka menjual selimut menyusui, botol buat menyusui, dan lainnya membantu ibu merawat bayi. Inspirasi mereka adalah ibu sekarang yang mulai sadar merawat bayinya sendiri lebih utama.

Berawal dari sepupu Erick yang susah punya anak. Selepas delapan tahun akhirnya memiliki anak bayi. Lalu kita diamkan saja anak satu- satunya. Tentu tidak. Oleh karena itulah, Urban Mom melahirkan banyak hal buat membantu ibu muda, inilah kisah pengusaha produk ibu menyusui anak.

Usaha Kesenian Sepatu Lukis Tidak Lekang Untung

Profil Pengusaha Dhani Iskandar 



Menjadi pengusaha harus merasakan pahit- manisnya. Walau kamu tidak pernah rugi sekalipun. Masalah itu akan datang lewat cara mana saja. Dari pegawai yang tidak berkualitas dan susah diajarkan. Atau seperti kisah pengusaha bernama Dhani Iskandar. Wanita satu ini pernah melihat sendiri bisnisnya "hangus" habis.

Dhani bersama suami ingat betul semua berawal. Mereka sejak awal memiliki toko sepatu, berbisnis sejak 1986. Dua toko sudah ditangan di kawasan Pasar Turi. Tetapi pada 2007, toko mereka hangus terbakar dan hanya menyisakah puing- puing.

Mereka rugi ratusan juta. Mereka kamudian membuka usaha pakaian tetapi gagal. Ujungnya mereka lalu mencoba berbisnis sepatu kembali. Dua tahun tanpa pekerjaan resmi pengangguran. Kemudian Dhani lihat anaknya tengah melukis sepatu. Lukisan anaknya ternyata disukai teman- teman sekolah.

Bermodal Rp.600 ribu dibelikan enam pasang sepatu. Dhani ikutan melukiskan sepatu polos. Enam pasang tersebut lantas dijualnya. Alhasil, kini, mereka menghasilkan 400 pasang sepatu lukis. Harga antara Rp.100 sampai Rp.300 ribu per- pasang. Omzetnya mencapai angka Rp.16 juta dalam sebulan.

Menjual ke teman, kemudian keberuntungan datang. Dhani sempat menyelipkan sepatunya buat dilirik ibu Gubernur. "Ternyata ibu Gubernur sukam," kenangnya. Dengan respon tersebut ia membranikan diri ikutan ke aneka pameran. Tahun 2009 akhir lahirlah toko sepatu lukis karya Dhani.

Menurut Dhani, dulu sewaktu usaha sepatu biasa, banyak pelukis memesan sepatu polos ke dia. Kebetulan sang anak melukis diatasnya. Kemudian Dhani mulai mempelajari bagaimana cara melukis sepatu. Hambatan terbesar adalah masih kurangnya sumber daya manusia berkualitas.

Sampai pernah sekali waktu dia mendapatkan pesanan dari Amerika. Lantaran permintaan pesanan sampai sekontainer, Dhani berat hati melepaskan. Tetapi tenang, karena usaha dijalankan Dhani ini telah berhasil merambah berbagai daerah di Indonesia. Semua berkat kekuatan internet menjual lebih mudah sekarang.

Dulu Dhani mampu mengantungi omzet Rp.20- 24 juta per- bulan. Kini dia cuma mengantungi Rp.6 juta per- bulan. Semua karena pengaruh ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, dia memaklumi lantaran harga bahan baku naik, dan lain- lain. "Lumayan lah mas jutaan rupiah bisa saya kantongi," tandasnya.

Profesional Muda Belia Venture Capitalist 19 Tahun

Profil Pengusaha Patrick Finnegan


 
Umurnya sih baru 19 tahun, tetapi Patrick Finnegan merupakan salah satu venture capitalist ternama. Nama pemuda kece ini menjadi buah bibir banyak media besar seperti CNBC dan CNN. Dia lah contoh wujud generasi Z, generasi termuda dari milenia.

Berawal dari keinginan mendirikan startup sendiri. Ia mulai fokus mengejar mimpinya menjadi pemodal. Dia pindah ke Manhattan dengan segala kesuksesan.

Drop out sekolah


Anak muda kelahiran Connecticut, dan tumbuh besar di kawasan Willaimstown, Mass -sebuah kota kecil di Berkshire. Dia bersekolah di sekolah asrama bernama Eaglebrook School. Itu merupakan sekolah khusus laki- laki sampai kelas enam. Sebuah pengalaman menyenangkan ujarnya. Selepas lulus hingga sampai kelas delapan dia berjalan dalam kebosanan perjalanan akademis.

Finnegan memiliki pandangan masa depan. Di umur 14 tahun, contohnya, bisnis pertama Finnegan dimulai dan ini tentang startup kupon. Itu loh, bisnis online yang menawarkan kupon aneka diskon baik makan atau traveling. Untuk mengakali umurnya dia terpaksa membuat identitas palsu.

Tidak buruk karena dia mengantungi untung $80.000, mengerjakan aneka proyek online. Dan banyak bisnis dijalankan tetapi tidak selalu berhasil. Ia tidak menjelaskan detailnya kenapa. Yang pasti membuat identitas palsu membuat Finnegan kecil khawatir.

Memang sampai lulus dia tidak pernah tertangkap guru. Tetapi ketika itu ibunya yang memergoki KTP palsu miliknya.

Semua bisnis dijalankan dari balik pintu kamar asrama. Selepas sekolah menengah pertama, Finnegan malah drop out ditengah jalan ketika menengah atas. Mungkin bagi orang tua atau orang tidak mengenalnya, ini menjadi keputusan paling menyedihkan, tetapi salah besar.

Beruntung dia diterima kerja di perusahaan periklanan, Wieden+Kennedy. Dimana merupakan perusahaan agensi yang menangani iklan terbaik Nike. Tidak cuma itu Finnegan juga mendirikan perusahaan sendiri yang bernama WorldState.

Perbedaan terbesar dari generasi milenia adalah brand. Dimana brand "kesusahan" mengenali demografi dari anak- anak jaman sekarang. Inilah kenapa bermunculan anak muda seperti Finnegan. Perjalanan karirnya kemudian melangkah dari satu firma, perusahaan marketing, dan pendanaan startup.

"Saya memiliki beberapa orang saya panggil, dan berkata, "bisakah kamu menaruh (investasi.red) $50 ribu?" atau beberapa $1 juta, sewaktu $2juta," ujar Finnegan bangga.

Meski membangun perusahaan kebanyakan berakhir gagal. Finnegan menemukan karirnya dibidang venture capital. Pengalaman bekerja dibidang periklanan dan diajari oleh para veteran. Nama Finnegan dipercaya oleh perusahaan bernama Studio.VC, untuk memahami bagaimana generasi baru kita dapat dipahami.

Alhasil dia menjadi yang termuda diantara VC di New York. "Patrick adalah networker yang menakjubkan, dan dia sangat cepata belajar mengenai apa orang akan sukai," puji Liam Lynch, pemilik Studio VC.

Pengusaha muda belia


Dia tidak menyebut berapa gajinya. Hanya Finnegan disebutkan mengerjakan proyek senilai $5 juta. Dia cuma menyebutkan pendapatan konsultasi antara $3.000 sampai $7.000. Totalnya dia mengaku sudah dapat mengantungi enam digit angka nol.

Kelebihan Finnegan adalah kegagalan terus menerus. Dari sinilah dia belajar bagaimana memahami tentang generasi kekinian.

"Saya sangat naif. Menjadi muda, kamu bisa memanfaatkan saya," ujarnya. Ia mencontohkan ketika umurnya 16 tahun dia pernah bekerja. Sebuah perusahaan bernama MetricsHub yang kemudian dibeli Microsoft. Dan sebagai pegawai pertama perusahaan, dia tidak dapat apa- apa.

Pelajaran terpenting dalam hidupnya. Kekurangan pendidikan formal bukanlah masalah. Ini terjadi delapan bulan lalu ketika dia bertemu dengan salah satu mentornya di New York. Kehidupan sosial kota besar dan bekerja di banyak perusahaan membawanya bertemu orang hebat.

Waktu itu sang mentor sangat mempercayainya. Sayangnya, dia gagal, mengecewakan mentor padahal dia dianggap lebih tau tentang generasi sekarang. Karena orang telah percaya dengan dia, maka tidak ada waktu berpesta sekarang.

"Saya harus memberikan 150% saya setiap saat," jelasnya.

Bagi anak muda seperti dirinya tentang bersenang- senang tidak lepas. Tetapi sekarang baginya menjadi lebih besar merupakan aset. Mimpinya menjadi pengusaha mogul, sukses dalam hal merombak tatanan pengusaha sekarang dan menstabilkan bisnisnya.

Dia bukanlah lulusan Harvard. Namun Finnegan mampu melihat pola pasarnya anak muda. Para milenia lebih melihat perusahaan berbeda. "Apakah itu trendy? Apakah tahan lama?" jelas Finnegan. Berbicara mengenai tip sukses ala pengusaha muda 19 tahun. Maka tiga hal penting dapat kamu pelajari sebagai berikut:

1. Kamu harusnya mengikuti arus

Dia pindah ke New York dan merasa dikalahkan. Orang berhasil mengejar pengalamannya dulu. Karena dia waktu disana cuma berbicara tidak melakukan. Dan Finnegan menyadari bahwa jika kamu mau menjadi pengusaha besar, kamu membutuhkan penyaluran.

"Saya mau mangatakan bahwa hal paling penting ialah menyalurkan," paparnya.

2. Bicara kurang, mendengar lebih banyak

Menjadi pengusaha berarti berbicara. Tetapi meski kamu butuh menyalurkan lebih banyak, akan ada waktu lebih banyak buat kamu berbicara kurang dan mendengar. Tidak membicarakan semua progres kamu di sosial media lebih penting. Karena itu semua ucapan kamu ke publik, maka kamu tidak akan jadi spesial.

3. Selalu bekerja keras

Kita memiliki akses keluar lebih banyak ketika kita tidak ada internet dulu. Sekarang keluar lah dan kejar mimpi kamu. Yang mana penulis isyaratkan bahwa terkadang internet berarti membuang waktu. Perhatikan apa yang kamu lakukan dan dunia nyata lebih baik.

Pengusaha Kopiah Tasikmalaya Inspirasi Tanpa Henti

Profil Pengusaha Asep Mulyadi 



Umat Islam di Indonesia kan identik dengan peci. Nah inilah kenapa putra asal Tasikmalaya ini berbisnis. Dia bernama Asep Mulyadi. Pengusaha sederhana memproduksi aneka peci keren. Menurutnya tidak banyak orang mau bergelut di bidang ini.

Bermula dari sebuah usaha konveksi baju sendiri. Tetapi usahanya tidak berjalan lama. Untuk meneruskan hidup akhirnya Asep memilih mengajar di sebuah pesantren. Asep juga mengejar pendidikan formalnya dulu. Makanya usaha konveksi tersebut tidak dia perjuangkan kembali.

Masuk tahun 2010, dimana dia mendapatkan putra kedua, tuntutan hidup memaksa Asep berwirausaha lagi. Kali ini dia memilih berjualan kopiah atau peci. Modal uang Rp.1.500.000 -menggunakan uang anak. Uang tersebut diberikan orang tua Asep buat anaknya yang baru lahir itu. 

"Saya gunakan uang anak... lalu saya belanja dengan uang tersebut," jelasnya. Mau membeli kopiah buatan teman malah harganya tinggi. Asep sendiri buta pasaran kopiah. "Tapi susah laku," kenang Asep. Karena dia merasa bahwa membeli dari teman dan dijual kembali susah; Asep terpikir sesuatu.

Berpikir pasti usahanya tidak akan bertahan lama. Asep memutuskan membuat kopiah sendiri. Tujuannya agar dia paham soal harga pasaran. Meski tanpa pengalaman dia tetap membuat. Dia mencoba. Tetapi hanya beberapa bulan gagal. Asep tetap mencoba lagi hingga kedua kali.

Bapak dua anak ini cuma paham sedikit tentang ilmu ekonomi. Buta soal produksi, distribusi, pemasaran, ia lakukan semua secara intuisi saja. Asep hanya tau dia harus terjun sendiri merasakan pahit getir.

Bisnis perjuangan


Ilmu ekonomi Asep berbekal pengalaman. Satu bulan pertama membuat kopiah gagal. Bulan kedua akhirnya dia dapa dijual tetapi belum bagus. Asep memang mempedulikan kualitas. Dua bulan berselang fokusnya ialah bagaimana membuat produk lebih bagus. Dia mencoba beberapa kali dalam setahun.

Sampai, Asep menemukan formula bagus, waktu itu dia membuat kembali meski semua sendirian. Tekun dan sabar kopiah buatannya kini laku dipasaran. Bertahap kopiah buatannya laku dipasaran. Dan akhirnya Asep bisa membuka lapangan pekerjaan. Dia lantas dibantu 10 karyawan mengerjakan.

Semakin sukses, kini dia sudah memiliki 140 karyawan ditambah 10 orang karyawan freelance. Kopiahnya diproduksi 10 kodi per- hari. Usaha ini seratus persen belajar bisnis otodidak. Asep tidak mengenyam pendidikan manajemen. Boro- boro kuliah, Asep tercatat cuma lulusan paket C atau setara SMA.

Ia mengajak mitra bekerja sama. Alhasil usahanya semaki membesar. Modal kepercayaan merupakan hal terpenting. Bagi Asep kepercayaan harus selalu dijaga. Sisanya adalah soal bagaimana mendapatkan sumber daya manusia berkualitas. Nah, disinlah masalah utama bagi setiap pengusaha muda seperti kita ini.

Kunci mengumpulkan modal uang Asep mudah. Ia tidak mau ke bank. Keribetan tersebut diakali lewat ia meminjam ke pengusaha kain, pengusaha benang, pengusaha bordir. Ada semacam simbiosis saling untung diantara mereka.

Bagianya membangun pola pikir kesukaran sendiri. Modal berupa sumber daya manusia berpola pikir baik sukar. Dia tidak ada lelahnya mendidik karyawan. Sebuah seni dan keindahan sendiri dari berwirausaha. Ia selalu menekankan bekerja lah dengan tanggung jawab.

Tidak cuma bertanggung jawab dengan diri sendiri. Bertanggung jawab lah dengan produk kita buat. Lalu kepada masyarakat yang menggunakan produk kita. Produksi harus semakin bagus agar konsumen puas. Hingga nanti jadilah perusahaan semakin maju dan berkembang mensejahterakan di karyawan sendiri.

Untuk karyawan paling enak mengajari lulusan sekolah dasar. Walau kebanyakan karyawan Asep jebolah sekolah menengah. Mereka lulusan sekolah dasar memang enak diajari bagian produksi. "Tetapi saya enjoy saja Kang, ini kan ibadah juga," Asep mengaku tenang.

Bisnis sederhana berkembang


Jika ditanya sampai mana bisnis kopiah miliknya. Dengan bangga Asep mengaku sudah sampai ke Malaysia, Thailand, Pakistan. Pulau Jawa sendiri hampir sudah seluruh pelosok nama Al Markaz Collection ada. Ia mengatakan mereka penjual selalu mencari produknya. "Bisa jadi kopiah produk saya sangat menarik."

Semula permulaan bisnis Asep jeblok. Bertahap dari kaki lima, toko sampai grosi dimasuki Asep. Dalam kurun waktu tiga tahun Asep terjun sendiri mencari pelanggan. Ia belajar sendiri tentang pasaran. Semua ia geluti sendiri dengan tujuan mempelajari bisnis dari hulu sampai ke hilir.

Pernah kopiahnya dikomplain pelanggan. Ada orang bilang jelek lah lalu tidak mau bayar. Bangganya ketika kerja kerasnya terbayar ketika kopiahnya masuk televisi. Dia bangga banyak artis memakai kopiahnya. Juga ketika momen pemilihan Perdana Menteri Malaysia, banyak warga Malaysia memakai kopiah buatan Asep.

Asep mengaku senang karena bisnisnya tumbuh. Soal omzet mencapai 10% sampai 20% dari 2.000 sampai 3.000 kodi per- bulan. Harganya bervariasi per- kodi seharga Rp.280 ribu dan produksi 100 kodi setiap harinya. Pria kelahiran 28 Agustus 1982 ini ingin perusahaan lebih besar dan mempekerjakan lebih banyak.

Asep kini tengah menambah varian produk. Merambah bisnis fasion, Asep juga mau membuat aneka baju koko. Ia juga sudah berinvestasi di properti loh. Dia ingin membangun sekolah gratis mandiri. Yakni sekolah menghasilkan uang buat membiayai siswa yang masuk disana.

Bank Mempersulit Pengusaha Keluhan Pengusaha Peci Lontar

Profil Pengusaha Mulyadi 



Menjadi pengusaha terkadang tidak ada dibenak. Apa yang dilakukan kita terkadang menjadi rejeki. Seperti kisah Mulyadi, melihat bagaimana daun lontar dapat dibentuk sedemikian rupa. Ujungnya dia menciptakan peci lontar karyanya sendiri. Selain peci dia juga membuat aneka topi berbahan daun lontar nan- elok.

Produk buatannya sudah berkelana sampai Amerika dan Korea. Manfaatnya sedemikian rupa sampai orang NTT menyebutnya pohon kehidupan. Buahnya bisa dirubah menjadi minuman segar bernama nata de nira/ lontar. Buahnya setengah tua dapat dijadikan bahan pakan. Kalau sudah tua dapat menjadi bahan make up.

Pria 31 tahun ini sudah mendesain topi dan peci sejak 1992. Menurutnya pohon lontar kok mirip pohon kelapa. Lalu dia berkesimpulan serat pelapahnya dapat menjadi bahan. Kini harga jual serat lontar yang ia telah rubah menjadi topi atau peci antara Rp.25 ribu sampai Rp.50 ribu.

Sebulan dia memproduksi paling sedikit sampai 1.000- 3.000 buah. Omzet penjualan Mulyadi juga lumayan sampai Rp.30 jutaan.

Produknya menyebar tidak cuma Sulawesi, tetapi sudah Jakarta dan Surabaya. Namun tidak berhentik, ia menjualnya sampai ke Jepang, Korea, Malaysia, dan Amerika Serikat. Itu sudah berkurang jumlah negara tujuan ekspor. Ia mengaku sangat kesulitan untuk memenuhi pasar ekspor.

"Sekarang enggak ekspor lagi," keluhnya. Sulitnya menghimpun dana buat berproduksi. Sulitnya mengajukan dana dari Bank membuat Mulyadi berkecil hati. "..dipersulit, jadi malas," sanggahnya.

Blog Fasion Dunia We Wore What Dari Hobi

Profil Pengusaha Daneille Bernstein 


 
Berawal sebuah blog bernama We Wore What. Yang mana dia harapkan, awalnya, menjadi sebuah tempat buat foto- foto fasion miliknya. Dia menyukai foto. Dan bermaksudkan menangkap gaya anak muda aslinya New York seperti dirinya. Talenta Danielle Bernstein ternyata lebih dari sekedar memfoto saja.

Selera berpakaian miliknya membawa dia ke depan kamera. Wanita kelahiran 28 Mei 1992 ini memutuskan untuk memperdalam hobinya. Dia adalah mahasiswi Fashion Institute of Technology -jurusan periklanan dan marketing-, yang hobinya memfoto teman satu kampus fasion nya.

Mahasiswi rajin


Ketika dia pindah ke kampus FIT. Dia menemukan dunia berbeda. Bayangkan sebagai kampusnya para desainer atau ahli fasion. Banyak hal menarik perhatian Danielle dimata kamera. "Saya membawa kamera saya dan segera memfoto para mahasiswa fasion," ujarnya kepada Barneys.com

We Wore What mengambil nama unik dari www (internet) itu sendiri. Blog tersebut menangkap fasion para anak muda New York. Dalam perjalanannya dia kemudian diundang memfoto gaya urban buat acara New York Fashion Week. Dia malah tertangkap difoto oleh banyak fotografer karena gayanya.

Dalam perjalannya blogging, Danielle menyadari bahwa fasion tentang personal style lebih menarik. Banyak pembaca lebih tertarik apa yang dia pakai sendiri. Pakaian apa, make- up apa, sepatu apa, dari ujungnya kepala sampai kaki Danielle.

Akhirnya dia merubah gaya blognya. Dia lebih fokus ke gaya fasion dia sendiri. Berkeliling Kota New York, Danielle berpetualang mengenakan fasionnya sendiri.

"Hubungan paling penting dalam hidup kamu ialah hubungan kamu dengan diri mu sendiri. Karena apapun yang terjadi, kamu akan selalu menjadi diri kamu sendiri," singkatnya.

Dimulai sejak enam tahun lalu semuanya bermula. Dari hobi berubah menjadi full- time blogger dan menjadi bisnis. Membangun brand diri sendiri sebagai sosok fasion stylist. Dia selalu mencoba jujur dengan gayanya berpakaian sendiri.

Selain melalui blog, Danielle lantas masuk ke ranah sosial media. Ia merambah Instagram langsung melejit dengan 1,4 juta pengikut. Dia juga aktif posting di Snapchat. Tugasnya hanyalah menunjukan apa yang dia lakukan keseharian. Inilah penggabungan antara blog dengan segala artikel dan di kehidupan pribadi sosial media.

Tahun 2012, Refinery29 menamakan dia salah satu blogger stylist masa depan, dan menjadi awal membuka mata dunia. Maka tidak salah jika Macy's -sebuah brand- mengajak Danielle bekerja sama. Dia kemudian mempromosikan dirinya dalam lebel mereka. Gaya Danielle pribadi tercetak melalui kerja sama tersebut.

Memasuki Desember 2016 Danielle berubah. Dia mulai mengerjakan tentang topik interior design dan juga pakaian pria. "We Wore What menjadi brand gaya hidup," tuturnya. Danielle juga mulai mengerjakan brand sepatu sendiri. Juga membuka bagian lain blog seperti We Traveled Where dan We Ate What.

"Saya ingin bisa membagi bagian lain saya tidak hanya soal fasion," ungkap Danielle. Juga termasuk menulis buku dibalik kisah sukses blognya.

Meski sosial medianya besar. Faktanya dia memiliki tim kerja masih kecil. Seorang fotografer profesional akan mengambil gambar buat blognya satu kali seminggu. Dan tim inti kerjanya hanya ada dia, manajer proyek, dan intern. Dia sih berharap dapat mempekerjakan lebih banyak orang lagi.

Barapa dia dapat dari blog fasionnya. Antara $5.000 sampai $15.000 buat postingan bersponsor. Nilanya bisa naik atau turun tergantung jeda waktu kontrak dan fokus produknya.

Casing Handphone Batik Berbahan Bambu Omzet 100 Juta

Profil Pengusaha Nurlita Afrizal



Casing handphone asal China sudah marak. Nah, mengusung budaya kental, Nurlita menjajal masuk diantara ketatnya bisnis tersebut. Dia menciptakan kesempatan lewat batik. Nurlita menciptakan casing telephon yang bermotif batik dan wayang. Biar lebih unik, Nurlita menggunakan bahan bambu agar terkesan lebih budaya.

Kenapa dari bambu ternyata ada alasan. Nurlita mungkin pernah mempelajari jam tangan kayu. Lewat bahan bambu maka dia lebih mudah berproduksi. Lantaran bambu lebih cepat tumbuhnya. Kemudian satu fakta menarik adalah bambu lebih dingin jika dijadikan casing handphone.

Bayangkan dalam 1- 3 tahun sudah dapat ditebang. Usaha ini kemudian diberinya nama Batik Geek. Ia lalu menjelaskan kenapa bisnis casing handphone. Ternyata Nurlita pernah berjualan aneka aksesori handphone dulu. Kalah saing Nurlita justru membuat casing handphon buatan dirinya sendiri, unik.

Bisnis kreatif


Dia dibantu seorang teman dekat Afrizal. Usaha bermodal Rp.3 jutaan bermula di tahun 2012 silam. Uang tersebut merupakan hasil lomba perencanaan bisnis. Kalau dapat dibilang, Nurlita sama sekali tidak keluar uang hanya bermodal kertas proposal. Mereka langsung mencari bahan mengaplikasikan rencana mereka.

Tahun 2009 Nurlita pernah berjualan online. Salah satunya ya dia berjualan aksesoris handphone impor. Lalu tahun 2012 barulah dia berbisnis serius lewat brainstorming dan penelitian. Kebetulah saat kuliah ada tugas membuat business plan hingga akhirnya dilombakan.

Awalnya Nurlita menjual casing handphone garsing. Waktu itu saingannya banyak sekali. Dia menjual lebih mahal yakni Rp.80- 100 ribu, padahal di pasaran harganya antara Rp.10- 50 ribu. Yah kalau orang tau ini pastilah mereka akan memilih membeli ke tempat lain.

Disisi lain batik tengah booming layaknya casing garsing. Dia lantas berpikir kenapa tidak membuat serupa tapi tak sama. Ia kemudian membuat pola batik original lewat ukiran. Mahasiswa Universitas Telkom ini lantas menceritakan apa kesulitanya: Banyaknya model handphone menjadi masalahnya.

Permintaan banyak tetapi Batik Geek hanya memproduksi buat produk tertentu. Jadinya Nurlita harus siap mengecewakan antusias masyarakat Indonesia. Casing dijual kisaran Rp.300- 400 ribu. Per- harinya telah memproduksi 30 sampai 50 casing handphone. Omzetnya jangan kaget ya bisa sampai Rp.50- 100 jutaan.

Ia menyebut tidak cuma Indonesia. Berkat kekuatan internet, bisnisnya mampu merambah pasar Jerman, ia bahkan memiliki reseller sendiri. Untuk penghargaan mereka pernah diikutkan ke proyek Little Bandung ke Paris oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil.

Nama negara kawasan Eropa, terutama Jerman, Belanda dan bahkan sampai Korea, sudah menjadi peminat usaha casing batik ini.

Bisnis proposal


Banyak dilakukan agar business plan mereka sukses. Menyempurnakan bisnis diatas kertas bukanlah satu perkara mudah. Penilitan soal bahan sudah dilakukan Afrizal. Bagaimana dasar pembuatan, desain motifnya, serta ikon ponselnya. Afrizal lantas traveling ke beberapa daerah di Indonesia.

Ia menyebut motif tribal. Tahun 2011 sampai 2012 masih ramainya motif aztec dan tribal. Dan ketika tengah berpergian ke penjuru Indonesia, ia menyadari Indonesia memiliki potensi soal motif. Banyak desain dapat ia gunakan dari Sabang sampai Marauke. Sekalian mereka melestarikan budaya lokal milik Indonesia lah.

Proses pembuatan terbilang singkat awal- awal. Casing bambu Afrizal lantas memenangkan Entrepreneurstar 2012 oleh SBM ITB di Jakarta. Karena peringkat dua mereka mendapatkan uang Rp.3 juta. Memanfaatkan internet dia semakin agresif memasarkan produknya.

Di Juni 2012, mereka resmi melakukan test market, dan responnya diluar dugaan. Permintaan akan casing handphone mereka melonjak. Bahkan mampu masuk ke toko retail, yakni di toko- toko alun- alun Grand Indonesia, ada di People Project by Localfest di Kuningan City dan The Addict Menado dan di Surabaya.

Tips sukses seorang pengusaha muda. Inilah beberapa tips kamu dapatkan dari Afrizal. Jika kamu bingung akan ide bisnis, carilah sesuatu yang disukai. Apabila kamu sudah memiliki ide bisnis jangan ditunda. Mulai suatu bisnis secepat mungkin, jalankan satu ide dulu sampai maksimal, barulah mengembangkan unit lainnya.

Nulis Kata- Kata Menjadi Kaos Yajugaya Omzet 50 Juta

Profil Pengusaha Randhy Prasetya dan Teman 


 
Ini kisah seorang dosen yang menjadi pengusaha. Namanya Randhy Prasetya, adalah pengusaha muda yang sukses berkat kaos kata- kata. Usaha yang dijalankan sejak 2010 dan akhirnya mampu menghasilkan omzet sampai Rp.50 juta. Padahal menurutnya dia memulai cuma bermodalkan Rp.50 ribu.

Alkisah pria 31 tahun ini mulai iseng di Facebook. Mulai membuat kata- kata sastra elok di tahun 2010 -an. Nah, kemudian seorang teman nyeletuk, namanya Tiwi bilang ke Randhy kenapa tidak memanfaatkan kata- kata tersebut menjadi peluang bisnis.

Bisnis mepet


Prinsipnya, "karena kata- kata tidak bisa dipegang, maka kita kaoskan." Maka dimulailah perjalanan dia dan dua orang temannya berbinsnis kaos. Modalnya cuma Rp.50 ribu dibelikan bahan kaos sederhana. Cetak kata- katanya pakai peralatan sablon sederhana. Biaya murah tetapi tulisan dikaos benar- benar menyentil.

Kata- katanya cerdas kemudian dibungkus dalam Yajugaya. Kenapa sih tidak membuat tulisan bahasa asli kita menjadi sekeren bahasa Inggris. Walaupun sudah dijalankan sejak 2010 -an. Butuh waktu sampai tahun 2013- 2014 menjadi bisnis sebenarnya menghasilkan untung.

Tiwi menyebut semua orang mengekspresikan lewat kata. Yajugaya merupakan kalimat berbahasa Indonesia tetapi memiliki kebijakan seperti kata asing lainnya. Untuk menaikan pamor bahasa Indonesia ketiganya lalu membuat dari tulisan menyindir, tetapi berkelas, dan mahal kesannya.

Ketiganya tidak memiliki latar belakang fasion. Tetapi nekat membuka usaha fasion bermodal beberapa ribu. Kenekatan mereka didukung keseriusan buat belajar. Mereka mencari tau cara menyablon. Mereka aktif mencari tempat belajar menyablon yang berkualitas.

Tiwi, istri Aga, sahabat Randhy bukanlah sembarangan. Randhy adalah seorang produser. Sedangkan Tiwi sendiri adalah trader saham. Kemudian suaminya memiliki pekerjaan di agensi periklanan. Kalau soal kreatif dua orang lelaki ini memiliki jiwanya. Dibantu Tiwi sebagai manajar ketiganya mencoba peruntungan sendiri.

Bisnis 50 ribu


Randhy ingat betul cuma megang uang selember warna biru. Kaos pertama dari selember digunakan menjadi pancingan gratisan. Ketika orang pesan dua maka dapatlah kaos itu. Istilah dipakai Randhy yakni jualan ala per- satuan. Atau sistem lebih jelasnya jualan berdasarkan pesanan atau meet the order pembeli.

Mereka memesan bisa minta dibuatkan berdasarkan status Instagram @Yajugaya. Randhy sendiri sudah siap 500 kalimat tinggal orang pesan dulu dan dibuatkan. Hasil untungnya digunakan sebagai modal mengikuti aneka bazar atau pop- out market.

Uniknya mereka tidak ngoyo memproduksi kaos. Karena orang dibuatkan ketika memesan katanya dari Instagram mereka. Lain ceritanya jika mereka mengikuti bazar sudah disiapkan dulu. Ratusan potong bisa terjual habis lewat acara bazar produk. Kalau online cuma menjual 20- 30 bajuan per- minggunya.

Awal mereka memasarkan lewat Facebook berbentuk gambar. Karena responnya semakin baik Randhy makin bersemangat membuat aneka tulisan. Dia juga menuliskan kata- kata sastra indah. Ketika booming Instagram, maka ia memindah jualannya melalui Instagram tersebut.

Harga jualnya mungkin Rp.190 ribuan. Buat produk bantal seharga Rp.250 ribu dan frame kata seharga Rp.150- Rp.250 ribu, dan mereka mengantungi Rp.50 juta ketika mengikuti acara. Ketiganya tidak punya latar belakang bisnis jadi usahanya cuma untung- untungan.

Ide dibalik kenama kata diatas kaos. Randhy menyebut fenomena garuda di dadaku. Kalau gambar saja bisa dijadikan kaos dan memberika semangat. Maka Yajugaya juga dapat mempresentasikan motivasi bagi kita anak muda. Kaos Yajugaya uniknya lagi cuma memberikan dua warna baik tulisan atau kaosnya: hitam putih.

Total ada 200 kata selah satu contohnya Se(n)iman, Mampu(s) Tanpamu, dan lainnya. Penjualan kaos milik mereka penjualannya semakin baik. Usaha yang dirintis sejak enam tahun silam sudah memiliki pasar. Dia menyebut setiap hari sudah bisa 30 kaos dipesan. Tidak cuma lokal, dari Malaysia bahkan sampai Jerman.

Bagi kamu mau memesan atau mau menjadi agen langsung kunjungi Instagram mereka.

Biografi Pengusaha Distro Cosmic Bandung

Profil Pengusaha Yudhi Febriantono 



Pengusaha asli Bandung ini menceritakan sedikit kisahnya. Kalau sudah bicara passion maka tidak akan ada matinya. Yudhi Febriantono bekerja karena suka senang akan fasion. Tetapi bukan sembarangan fasion dia tengah geluti sekarang. Dia adalah pengusaha muda memulai usaha sejak bangku kuliah

Mulai merintis usaha sejak kuliah. Apa saja dilakoni Yudhi, seperti membuka rental VCD, jualan kembang, bahkan jualan kambing pernah. Sarjana ekonomi Universitas Widyatama ini lantas menemuka passion pada bisnis distro.

Brand Cosmic dirintis sejak 2011 silam dan sudah dapat dibanggakan. Bisnis Cosmic mulai dari membuat kaus, topi, juga termasuk kemeja, sweater, ikat pinggang, sendal, dan jean. Untuk usahanya dia sudah punya 300- 400 agen penjualan tersebar di Jawa, Sumatra, Brunei, Australia, Malaysia, dan Jerman.

Selain itu, Yudhi, juga membuka usaha berbasis konyasi mulai di Surabaya, Cilegon, Serang, Yogyakarta, dan Bandung sendiri. Para agen memperluas pasarnya ke aneka distro lain, yang besar seperti Globe Jakarta dan Chamber Makassar.

Usaha modal dengkul


Sebelum sukses seperti sekarang dibawah bendera PT. Injoynesia. Yudhi berbisnis modal dengkul. Pertama kali membuka usaha, dia nekat membeli kaus golf senilai Rp.3 juta. Memang pria kelahiran Bandung, 2 Februari 1978, nekat tetapi memiliki keahlian dibidang desain. Dia memang dulunya hobi menggambar.

Kalau soal produksi kausnya, dia memberikan tugas kepada pihak lain, dimana ia mendapatkan untungnya Rp.600 ribu. Uang tersebut dijadikan modal awal kembali. Dia menggunakan bahan, mencetak desain, dan selanjutnya dititipkan ke distro- distro lain, contohnya Anonim Bandung, dan berbagai distro di Jakarta.

Keterbatasan dana tidak membuatnya putus asa. Yudhi harus berpikir ekstra kreatif. Ia menambahkan salah satunya mengajak anak SMA magang. Pada saat liburan membuka kesempatan anak muda berkreasi di bidang distro. Selain itu memberikan aneka acara downhill, seperti tur ke Bromo, Bali, dll, juga vespa riding Bandung.

"Kami melakukan semuanya berdasarkan kesenangan (joy). Definisi joy inilah yang diterapkan ke proses berbisnis," papar Yudhi.

Kenapa berbisnis di Bandung, ya karena dia terlahir dan besar dilingkungan Bandung. Banyaknya factory outlet sedikit memberikan dorongan bagi pria ini. Ada dua hal kenapa dia memilih berbisnis pakaian: Karena Bandung merupakan pusat wisata dan kreatifitas orang Bandung tinggi.

Sebuah gabungan antara kebutuhan besar wisatawan. Dan dengan mudah Yudhi menciptakan aneka produk berkualitas dari sumber daya manusia berkualitas. Harganya Rp.120 ribu sampai Rp.400 ribu, dimana ia mengakui usaha menyasar pasar kelas menengah atas.

"Bandung cepat tumbuh menjadi lahan bisnis yang baik," jelasnya. Menciptakan komunitas juga menjadi cara jitu Yudhi mengembangkan brand.

Fasion baginya sudah menjadi passion. Besarnya suatu negara terlihat dari perkembangan fasion. Memiliki identitas merupakan cerminan negara kuat. Perubahan fasion mengikuti perkembangan suatu negara. 

Sekarang Yudhi telah memproduksi kaus sendiri di Jl. Aceh, Bandung, yang mana menghasilkan 10 ribu potong per- bulan. Tahun 2002, dia meluncurkan brand terbaru yakni Cosmic Girl, yang mana disusul nama Infamous (2004) dan Mighty (2006). Tidak lekas puas tahun 2010 diluncurkan She' Infamous dan GDB Infamous.

Kalau Cosmic lebih menengah maka Infamous khusus kelas atas. Sementara Mighty digadang buat pasaran kelas bawah. Untuk memperkuat brand dia banyak mengendors tokoh seperti David Naif, Kaka Slank, dan Heru Shagy Dog. Tidak cuma kontrak bisnis Yudhi mengaku memiliki kontak batin ke tokoh endorsnya.

Bagi bapak dua anak ini nama Cosmic harus makin berkibar. Maka pernah ia membuka outlet di Singapura. Sayangnya, outlet disana itu sudah tutup, katanya sih patner bisnisnya kurang bagus. Meski begitu dia sama sekali tidak terpikir akan masuk ke Singapura sebagai brand clothing sendiri.