Profil Pengusaha Tandri Kurniawan dan Siti Rohayati
Merantau sampai ke Bandung membuahkan hasil. Tandri Kurniawan ketika tahun 2000 merantau dari asal Pekanbaru, Riau sampai ke Bandung, Jawa Barat. Alasannya mendapatkan pekerjaan tetap menjadi office boy salah satu hotel. Jujur saja bekerja menjadi tukang bersih- bersih tidak menghasilkan cukup.
Maka dia membanting stir menjadi pengusaha. Awalnya mencoba menanam jamur di rumah. Ini menjadi satu langkah dirinya menjadi juragan jamur tiram. Sukses dijalani di rumah, ia lalu membuka gubuk sederhana dari bambu sebagai tempat budidaya.
Sebuah bilik bambu menjadi saksi bisu sejak 2005. Tandri memutuskan berhenti bekerja di hotel. Menekuni usaha jamur tiram, yang awalnya di dalam rumah, lalu mulai dari bilik bambu menampung 12.000 baglog bersewa Rp.3,7 juta. Meski sukses sebagai petani jamur maka hidupnya ditangan tengkulak.
Harganya rendah di petani, tetapi tinggi sesampai di tengkulak. Benar berbanding terbalik harga perkilonya. Harga di tingkat petani Rp.1.000- 1.500 per- kg. Sementara harga tingkat pasar mencapai Rp.6.000- Rp.7.000 per- kg. "...artinya yang paling untung tengkulaknya," ujar Tandri miris.
Maka semenjak itulah hasrat berubah. Ia ingin menghasilkan lebih besar untung. Maka, Tandri mulai berpikir bagaimana mengolah jamur tiramnya. Akhirnya, di tahun 2011, maka diputuskan ia akan mengolah jamur jadi keripik.
Mencoba bisnis
Berawal dari rasa jengkel dimulailah percobaan membuat keripik. Tidak langsung berhasil dibutuhkan waktu, dia sendiri memang baru pertama kali. Hasilnya pertamanya selalu gagal terlalu lembek. Atau, akhirnya dia menggoreng malah tetapi malah keras. Untuk resep dicarinya lewat internet sampai ketemu yang cocok.
"...akhirnya dapat resep yang pas," kenangnya. Sukses menghasilkan keripik bercitara rasa, sedap, dan juga crispy. Kini giliran kebingungan kemanda dia akan pasarkan. "Saya jadi dilema, rumah tinggal saya berada di dalam gang sempit, tidak punya toko jualan."
Tandri mulai menawarkan keripik jamur lewat BBM. Penjualan online sangat membantu tumbuh kembang bisnisnya. Ia bahkan mampu menjual seribu bungkus keripik perbulan. Harga perbungkus dijual Rp.15.000 sampai Rp.17.000 per- bungkus.
Keuntungan bersih berjualan keripik mencapai Rp.4 juta. Padahal, sebulan pertama sejak sukses budidaya, ia menjual ke tengkulak cuma untunga Rp.600.000 ribu, beda kan? Maka tidak sia- sia keputusannya untuk keluar office boy. Sebagai tambahan gajinya waktu itu, jikalau sesuai UMK Bandung, maka senilai Rp.2 juta.
Bersama istrinya fokus Tandri bagaimana masuk ke supermarket. Untuk satu ini dibutuhkan lebih banyak ia keluarkan. Baik uang ataupun tenaga produksi agar lebih banyak. Ia menyebutkan untuk sekarang masih ada kebutuhan tidak terpenuhi. Oleh sebabnya dia meminta bantuan kepada teman- teman sesama petani.
Agar mampu masuk ke supermarket dibutuhkan 1.000 bungkus per- hari. Agar pendapatan semakin tinggi maka disediakan ruang kerja sama berupa reseller. Masyarakat bisa menjual dengan potongan harga senilai Rp.5000 per- bungkus, atau Rp.15.000 per- bungkus menjadi Rp.10.000 per- bungkus untuk kemasan biasa.
Untuk kemasan alumunium foil harga semula Rp.17.000 menjadi Rp.13.000 per- bungkus. "Dengan menjaga kualitas, menciptakan aneka kreasi jamur terbaru, saya yakin bisnis saya akan terus maju," ujar Siti Rohayati, wanita yang penulis kira merupakan istri Tandri Kurniawan.
Berbekal kepercayaan diri itulah, produk Azka Mushroom berkembang pesat. Aneka rasa disuguhkan mulai dari original, keju, barbeque, balado, pedas manis juga ekstra pedas. Tambahan adalah produk baru yaitu aneka nuget jamur. Tandri mengaku mampu menjual 500 bungkus nuget jamur meski produk baru.
Bisnis serba jamur
Berbeda versi Siti, usahanya dijalankan sejak Desember 2011, dan merupakan bisnis yang tengah menjamur lebat. Niat berbisnis terinspirasi sang suami yang juga memiliki usaha sejenis. Bedanya sang suami memiliki usaha di kawasan Cisarua Lembang. Ia tanpa ragu meminta pasokan jamur milik suaminya.
Olahan jamur berbagai bentuk tinggal mencari di internet. Siti menggunakan bahan terbaik milik suami. Jamur haruslah segar, berukuran besar, hingga mudah dan banyak jika diolah menjadi keripik. Sebagai wanita, Siti terbilang perfeksionis termasuk soal minyak, tepung, yang juga harus berkualitas.
Uang modalnya cuma Rp.500 ribu awalan. Uang tabungan dibelanjakan jamur tiram, tepung terigu, dan juga bumbu. Produksi pertama menghasilkan berat 250 gram masing- masing. Semua dipasarkan ke tetangga dan teman terdekat. Olahan tersebut lantas dinamainya Marrema. Nama didasari bahasa Sunda yang berarti laris manis.
Nama tersebut didasarkan berdasarkan lokal sekaligus doa. Membutuhkan ketukan ketika memulai usaha jamur tersebut.
Rahasia sukses bisnis jamur adalah ketekunan ditambah ketelitian. Pasalnya kita tau dibutuhkan kecermatan soal persentasi adonan. Juga termasuk proses penggorengan sampai ke pengemasan. Dibutuhkan ketelitian bagi Siti mengerjakan hal tersebut. Untungnya nih dia tidak mengalami kesulitas berarti dibanding suaminya.
Dalam pembuatan keripik jamur 15 kg butuh 12 jam. Kalau nuget jamur lebih lama lagi dibanding keripik. Bayangkan nuget jamur 20 bungkus atau 5 kg nuget membutuhkan waktu 12 jam. Satu hari pengukusan, dan dua hari untuk pemotongan, memberi tepung, menggoreng, didinginkan, dikemas sampai dimasukan kulkas.
"Produksi keripik dan nuget tidak bisa sekaligus," paparnya. Dibutuhkan waktu bergiliran agar tidak menjadi kerepotan. Agar lebih sempurna maka penirisan minyak dibikin sekering mungkin.
Tanpa monosodium glutamate (MSG) membuatnya tidak tahan lama. Meski begitu rasanya gurih karena ia membei campuran daging ayam asli dicampur gula, garam, dan rempah. Sekali lagi tanpa bahan pengawet juga tanpa pengembang. Siti memilih makanan sehat meski harga jualnya akan jatuh lebih mahal.
Olaha hasil karya Sitis dibagi dua yaitu nuget jamur dan keripik jamur. Yang masing- masing terbagi menjadi nuget jamur original, jamur brokoli, keju nuget jamur ekstra keju dan udang, jamur wortel, dan terkahir jamur lele.
Promosinya melalui mulut ke mulut. Karena variasi produknya banyak membuat orang cepat tertarik. Bukan sekedar membuat keripik jamur biasa. Siti juga mulai merambah internet lewat Facebook pribadi di akun Siti Rohiyati. Pesanannya sudah datang dari Palembang, Makassar, Bali, Pekanbaru, Kalimantan, Lampung, dan Palembang.
Ia menjelaskan tidak semua pesanan terlayani. Pengiriman yang lama malah nanti merusak kualitas produk. Produksi per- harinya 400- 500 bungkus keripik dan 100 bungkus nuget. Pesanan tersebut menghasilkan omzet empat juta per- bulan. Empat tahun sudah, kesulitan terbesar Siti meliputi SDM, proses produksi, dan modal.
"Kuncinya adalah menjaga semangat dan melakukan keseharian bisnis dengan senang hati," saran Siti.
Mulai membangun mimpi bisnisnya berkembang. Hasil keuntungan dibelikan mesin produksi lebih besar. Dia membeli kompos, wajan khusus, pendingin, alat peniris minya seharga dua jutaan. Waktu mendatang mulai direncanakan booth jamur di Bandung.
Maksudnya menampilkan aneka olahan jamur dan cara memproduksi jamur. Usahanya juga ditargetkan oleh Siti menjadi restoran jamur ataupun rumah makan aneka jamur.
Catatan: Penulis sedikit ragu atas kesimpulan bahwa keduanya adalah suami istri. Hingga kami menemukan dua alamat sama persis di kedua yaitu Jalan Siliwangi Dalam I No 89 A/155bB RT 1 RW 1, Bandung, Jawa Barat (sumber Republika dan Detik)
Post Comment
0 komentar:
Posting Komentar